Intisari-Online.com - Itulah yang terjadi di AS pada dasawarsa 1950-an, setelah "penemuan baju renang baru" di Paris pada 1946 dipublikasikan. Semula, baju bertali-tali yang hanya menutupi bawah pusar dan buah dada perempuan itu dikecam karena dianggap bertentangan dengan konservatisme Amerika. Ketika pantai-pantai di Italia, Spanyol, Prancis, dan Brasil ramai oleh perempuan berbikini, di pantai Amerika, menampakkan pundak saja dianggap tak sopan. Tapi, tak sedikit perempuan AS yang diam-diam menyukainya.Rupanya, yang berbikini di luar AS bisa jadi orang Amerika juga. Sebab seusai PD II perekonomian AS membaik hingga memakmurkan warganya. Mereka menjadi turis di mancanegara sambil mencari kebebasan berbikini. Yang tidak melancong, ya berbikini di halaman belakang rumah atau di kolam renang pribadi. Asal tahu saja, jumlah kolam renang pribadi di AS meningkat dari 2.500 (pada 1949) menjadi 87.000 (1959). Majalah Newsweek dalam satu edisi di tahun 1958 menyindir, "Bikini adalah komoditas penuh kontroversi. Dikecam, diboikot, namun laris diperdagangkan. Tiras penjualannya hanya terpaut sedikit dengan bacaan mesum Lady Chatterly's Lover."Untung, kemunafikan Amerika tak berlanjut karena pelan-pelan masyarakat menerima. Untuk itu mereka patut berterima kasih kepada dua orang pioner asal Prancis. Ditulis dalam Great Events From History II Vol. 3 (1993), orang pertama adalah perancang busana Jacques Heim, yang pada musim panas 1946 menjajakan pakaian renang perempuan di Pantai Cannes. Ia menamai celana dan kutang itu "Atome" untuk menunjukkan ukurannya yang kecil. Ia mengiklankannya dalam spanduk yang diikat pada pesawat terbang bertuliskan "Atome - pakaian renang terkecil di dunia".Tiga minggu kemudian, ulah Heim disaingi Louis Reard, insinyur mesin yang alih profesi menjadi perancang pakaian renang. Ia juga menerbangkan slogan produknya: "Bikini - lebih kecil daripada pakaian renang terkecil di dunia". Reard cukup agresif. Pada 5 Juli 1946 ia menggelar peragaan karyanya di tepi kolam renang Piscine Molitor, Paris. Reard mengontrak penari bugil Micheline Bernardini untuk memperagakan "bikini".Rupanya, acara itu sukses. Malah berbuntut kehebohan. International Herald Tribune menurunkan sembilan tulisan tentang bikini, seraya membahas kemungkinannya diterima di AS. Pada 1950-an, majalah Harper's Bazaar dan Esquire mempublikasikan foto model nomor satu di AS, Suzy Parker, memakai bikini. Kemudian, dunia hiburan juga ikut. Pada 1960, lagu Itsy Bitsy Teenie Weenie Yellow Polkadot Bikini masuk daftar tangga lagu populer. Hollywood juga mengedarkan film Where The Boys Are, kisah mahasiswa dengan aktivitas pikniknya di Pantai Fort Lauderdale, Florida.Pada 1970-an, perputaran uang di sektor bisnis busana renang mencapai AS $200juta/tahun, dan bikini menyedot 20%-nya. Kenapa dinamai "bikini"? Sampai perancangnya meninggal dalam usia 87 pada 1984, tak banyak terkuak. Orang menduga-duga, nama itu dipilih untuk menunjuk pulau atol kecil di Pasifik bernama "Bikini" yang hancur karena dijadikan pusat pengujian bom nuklir AS pada 1946. Dugaan lain, nama "bikini" ditujukan kepada besarnya dampak kehadiran pakaian renang itu pada peta busana dunia. Bikini adalah ledakan di dunia fashion.Bikini, sekalipun jadi fenomena abad ke-20, sesungguhnya bentuk primitifnya sudah lama ada. Gambar perempuan mengenakan penutup badan mirip bikini pada lukisan dinding di Mino, dekat Pulau Kreta, Yunani, buatan tahun 1600 SM, adalah bukti tertua. Pada 1952, arkeolog Italia juga menemukan mosaik bergambar delapan perempuan sedang gerak badan, mengenakan semacam celana dan kutang penutup buah dada, pada vila bergaya Romawi buatan tahun 400 di Pulau Sisilia. Bikini, di luar mitosnya, telah ada jauh sebelum menghebohkan Kota Paris tahun 1946 itu. (Intisari)