Intisari-Online.com - Dalam mitologi Yunani, pemuda Narcissus dikenal sangat tampan. Banyak gadis kasmaran padanya. Tapi tak satu pun yang dia terima, termasuk cinta peri Echo. Akibat kesombongannya, para dewa mengutuk, Narcissus akan jatuh cinta pada bayangan wajahnya sendiri yang terpantul di kolam Gunung Helicon, Yunani. Benar saja! Berhari-hari ia berbaring di tepi kolam, lupa makan dan minum, hanya menatap penuh cinta bayangan wajahnya sendiri.
Kesengsaraannya berakhir saat ia dijemput ajal. Ketika orang-orang mencarinya, yang ada hanya bunga, yang kini dikenal dengan bunga narcissus. Echo yang juga merana karena cinta tak terbalas menjelma menjadi gema suara di hutan.
Versi terkenal kisah Narcissus ada dalam Metamorphoses, kumpulan dongeng karya penyair Roma Ovid (43 SM - 18). Itulah salah satu kisah yang menimbulkan dugaan, permukaan air adalah “cermin” pertama.
Cermin memiliki sejarah yang panjang sebagai benda pakai maupun dekorasi. Bentuk yang paling awal adalah cermin tangan serupa piringan logam tipis bergagang. Cermin itu terbuat dari perunggu yang digosok sehingga memantulkan sinar. Jenis ini digunakan wanita Mesir pada tahun 3000 SM.
Dari Timur, cermin “mengelana” ke Eropa. Bangsa Kelt di Eropa Barat berjasa memperkenalkan cermin tangan. Cermin itu diadopsi dari masyarakat Romawi Kuno. Cermin karya bangsa Kelt juga digunakan oleh masyarakat Yunani, Etruria Kuno, dan Romawi. Di akhir Zaman Kegelapan (500-1000) cermin telah umum dipakai di seluruh kawasan Eropa. Cermin dari zaman antik Greco-Roma dan seluruh kawasan Eropa sepanjang Abad Pertengahan (1100-1500), biasanya berupa piringan logam cembung sederhana, bisa dari perunggu, timah, atau perak.
Pembuatan cermin dengan melapiskan lembaran kertas timah yang dicampur air raksa di belakang kaca diperkenalkan oleh masyarakat Venesia. Metode yang juga masih dipakai hingga abad XIX itu paling awal mulai dilakukan di Venesia tahun 1300, dan di Nurenberg tahun 1373. Di masa Renaissance (1350-1650) Venesia dan Nurenberg pun kondang sebagai pusat produksi cermin bermutu tinggi.
Di abad itu pula, ilmu pengetahuan tentang pembiasan dan pemantulan cahaya dipelajari secara mendalam di Eropa, meski mula-mula teori optik dikembangkan oleh bangsa Arab. Ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1220-1292) adalah salah satu yang mendalaminya.
Sinar yang mengenai benda, sebagian akan dipantulkan, ada yang diserap, dan sisanya dialirkan ke seluruh bagian. Benda berpermukaan halus seperti cermin akan lebih banyak memantulkan sinar, sedangkan yang diserap sedikit sekali. Bahkan, polesan tertentu di permukaan cermin mampu membelokkan sinar sesuai hukum pemantulan. Agar dapat memantulkan sinar tanpa menyebar, permukaan cermin harus sangat halus.
Keterampilan membuat kaca pun tersebar ke kota-kota lain, misalnya London dan Paris. Muasalnya terjadi menjelang abad XVII, saat perajin gelas Venesia dibawa ke Prancis dan Inggris. Mereka diminta memroses lembaran-lembaran kaca menjadi cermin dinding. Hasilnya, seperti yang terpasang di Hall of Mirrors di Istana Versailles, Prancis.
Teknik pembuatan kaca berikutnya masih dengan melapisi kaca. Adalah Justus von Liebig (1803-1873), ahli kimia berkebangsaan Jerman, yang menemukannya tahun 1835. Dari penelitiannya, pemanasan aldehida dengan cairan mengandung amonia dari perak nitrat dalam bejana kaca yang mengakibatkan deposit seperti perak yang cemerlang menempel di permukaan bejana. Mulai abad XVII, peran cermin dan piguranya makin meningkat sebagai dekorasi ruangan.
Teknik berikutnya adalah dengan memercikkan aluminium atau perak cair ke lembar belakang kaca yang dilakukan di ruang hampa udara agar lapisan cukup tipis. Kadang yang diperciki bagian depan, seperti cermin dalam teleskop dan alat optik lain.
Selain datar, cermin juga bisa berpermukaan lengkung. Cermin dianggap cembung atau cekung tergantung karakternya dalam memantulkan sinar, apakah mendekati atau malah menjauhi pusat lengkungan. Cermin lengkung bisa memiliki berbagai bentuk mulai bola, silindris, parabola, elips, dan hiperbola serta memiliki kelebihan masing-masing. Cermin bola akan menghasilkan bayangan yang diperbesar atau diperkecil, seperti pada kaca spion mobil. Cermin parabolis bisa untuk memfokuskan ke satu titik fokus, misalnya dipakai dalam teleskop dan lampu sorot.
Hingga kini cermin logam atau reflektor masih dipakai. Misalnya, dalam tungku tenaga matahari, atau alat yang perlu permukaan kuat yang tidak mudah pecah bila sering mengalami perubahan temperatur secara drastis. (Intisari)