Intisari-Online.com -Kata orang, untuk urusan pedas, orang Indonesialah ahlinya. Apa benar begitu? Boleh saja kita sekadar sesumbar, tapi nyatanya cabai terpedas bukan dari Indonesia. Guiness World Record memberikan gelar cabai terpedas kepada infinity chili, cabai yang dikembangkan oleh Nick Woods di Lincolnshire, Inggris. Kabarnya, cabai ini 250 kali lebih pedas daripada Tabasco! Wuih. Selain Nick, Gerard Fowler, pencipta cabai naga viper (capsicum frutescens) juga mengikutsertakan cabai yang diciptakannya dalam kontes cabai terpedas. Cabai itu hasil persilangan tiga cabai yakni naga morich, trinidad scorpion, dan bhut joloki. Baik naga viper dan infinity chili dites kepedasannya di University of Warwick, Inggris, sebelum maju ke Guiness World Record. Hanya saja, gelar cabai terpedas tidak semudah itu diberikan kepada salah satu dari mereka. Walau hasil uji laboratorium universitas menunjukkan bahwa keduanya benar-benar pedas, namun Dave DeWitt pendiri majalah Chile Pepper, menyatakan bahwa tes untuk mengukur kepedasan sebuah cabai tidak bisa dilakukan begitu saja. “Dengan satu tes, kita semua dapat menunjukkan bahwa satu cabai bisa jadi cabai terpedas. Tapi untuk mendapatkan hasil yang konsisten, kita harus mengetes semua cabai dari varian tersebut,” ujar Dave. Jim Duffy, petani cabai dari San Diego, California, Amerika Serikat, menyatakan bahwa tidaklah mungkin mendapatkan cabai terpedas dalam tempo singkat. “Itu seperti dongeng anak-anak,” katanya. “Secara ilmiah, itu sangat mustahil. Butuh waktu minimal 5 tahun untuk mendapatkan varian baru cabai dengan cara persilangan. Apalagi menyilangkan naga viper yang merupakan hasil dari persilangan tiga cabai. Akan butuh waktu setidaknya 10-12 tahun agar berhasil. Menciptakan cabai terpedas memang menjadi obsesi petani cabai di berbagai belahan dunia. Pasalnya sambal dari cabai terpedas memiliki pasar yang sangat potensial, bahkan melebihi saus barbekyu dan salsa. Ya, sambal terpedas yang diyakini memiliki tingkat kepedasan hingga 16 juta SHU saja bisa dijual seharga AS$ 595 (sekitar Rp 5.400.000,-) per botol! Yah mau bagaimana lagi, toh manusia rela menggelontorkan banyak uang untuk memuaskan lidah. Juga untuk merasa kepedesan, hah… hah…