Budaya Baca yang Semakin Luntur

J.B. Satrio Nugroho

Penulis

Budaya Baca yang Semakin Luntur
Budaya Baca yang Semakin Luntur

Intisari-Online.com - Hasil penelitian Tim Program of International Student Assesment (PIS) milik Balitbang Kemedikbudnas menunjukkan kegemaran membaca anak usia 15 tahun sangat memprihatinkan. Sekitar 37,6 % hanya membaca tanpa bisa menangkap maknanya, dan 24,8 % hanya bisa mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan saja (Kompas, 2 Juli 2003).

Tayangan televisi, internet, dan game online, juga permainan yang terdapat di ponsel pintar memperparah hal tersebut. Anak semakin teralihkan perhatiannya dari buku. Berdalih mencari bahan tugas sekolah, namun waktunya sebagian besar digunakan untuk browsing hal yang tidak relevan, mengintip jejaring sosial, bahkan bermain game.

Keluarga, yang diharapkan menjadi penjaga perkembangan anak, juga kadang sibuk dengan aktivitas mencari nafkah, sehingga waktu luang yang tersedia sangat minim untuk membantu mengenalkan anaknya membaca buku. Bahkan, sebagian besar keluarga malah lebih memilih mengajak buah hatinya berekreasi ke mal, supermarket atau bermain play station ketika tersedia kesempatan, bukannya mengajak berkunjung ke perpustakaan. Di Indonesia, rasio minat baca masyarakat mengonsumsi surat kabar 1 : 45. Artinya, satu koran dibaca oleh 45 orang, padahal idealnya 1 : 10. Jauh tertinggal dengan rasio di negara tetangga ASEAN lainnya. International Education Achievement (IEA) memberi penilaian minor siswa SD Indonesia berada di peringkat 38 dari 39 negara peserta.

Di level SMA pun tidak kalah mirisnya, jumlah judul buku wajib dibaca siswa SMA Indonesia 0 buku. Sangat kontras dengan Thailand (5 buku), Singapura (6 buku), Brunei Darussalam (7 buku), Jepang (22 buku), Rusia (12 buku), Prancis (30 buku), Belanda (30 buku), Amerika Serikat (32 buku). Sastrawan Taufiq Ismail pun menyebutnya sebagai “tragedi nol buku”. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat baca anak. Pertama, orangtua harus mampu memberi contoh kepada anaknya. Orangtua harus menjadi pribadi gemar membaca, dan perlahan mengarahkan bahwa buku adalah objek yang dapat dinikmati, menyenangkan, penuh informasi berguna. Kematangan intelegensia anak dapat dicapai di usia 4 tahun mencapai 50%. Di masa ini, anak suka meniru-niru perbuatan orangtuanya. Jika orangtua suka membaca, maka semakin cepat mendekatkan bacaan kepada anak-anak. (pnri.go.id)