Intisari-Online.com - Menyelam dan mengambil foto adalah dua pekerjaan yang betul-betul berbeda. Namun, bagi beberapa penyelam keduanya justru bisa dikerjakan bersama-sama. Dari tangan merekalah muncul kegiatan baru fotografi, yaitu fotografi bawah laut.
Meski mengusung bendera fotografi, namun yang terpenting dari fotografi bawah laut justru teknik dan kemampuan menyelam dari sang fotografer bawah laut. “Yang pertama kemampuan selam, lalu yang kedua baru kemampuan fotografi,” ujar Muljadi Pinneng Sulungbudi, fotografer bawah laut profesional.
Ya, kemampuan menyelam dengan baik menjadi faktor utama dari fotografi bawah laut. Sebab sebaik-baiknya seorang fotografer bisa mengambil gambar, keselamatan diri tetaplah yang utama. Itulah mengapa Pinneng menyarankan agar mereka yang ingin menjadi fotografer bawah laut untuk terbiasa menyelam terlebih dahulu. “Ada baiknya kita jangan terlalu cepat-cepat bawa kamera. Nikmati dulu diving-nya. Begitu kita bawa kamera, mata kita akan lebih fokus ke sesuatu yang kita mau,” ujar pria yang besar di Kupang ini.
Dewi Wilaisono, fotografer wanita bawah laut yang telah memiliki dua cucu setuju dengan pernyataan Pinneng. Mengabadikan keindahan bawah laut melalui kamera menurutnya sungguh menyenangkan, tetapi akibatnya, ia tak bisa lagi menikmati keindahan-keindahan angkasa bawah laut itu. “Ada beberapa kali saya tak membawa kamera ketika harus turun, dan enjoy juga ternyata,” tambahnya.
Wide angle atau makroSaat berada di bawah laut, para fotografer profesional tak memiliki banyak pilihan untuk mengganti lensa. Lensa kamera yang telah masuk ke dalam housing atau 'rumah'nya tak dapat diganti sesuka hati. Oleh karena itu, penting bagi seorang fotografer bawah laut untuk menentukan terlebih dahulu tujuan serta objek foto mereka. Memotret pemandangan? Atau memotret objek laut?
Peralatan seperti kamera dan housing yang akan digunakan pun juga tak boleh sembarang dipersiapkan. Sebab, bila salah mempersiapkan bisa-bisa kamera justru jadi korban rendaman air. Daripada kehilangan kamera dan rugi berjuta-juta lebih baik waspada.
Agar persiapan lebih matang, setiap fotografer bawah laut lebih baik menempatkan kamera sehari sebelum menyelam. Mempersiapkan kamera tak bisa asal dilakukan, sebab memasukkan kamera ke dalam housing bukan perkara yang mudah. Setiap baut harus dicek dan setiap tombol pada housing harus dipastikan melekat tepat pada tombol-tombol di kamera. Belum lagi memasang strobes atau lampu sorot untuk menambah pencahayaan di dalam laut.
Masing-masing kamera memiliki housing dan strobes-nya sendiri-sendiri. Misal Pinneng memakai kamera Nikon D300, maka housing yang ia gunakan haruslah untuk yang tipenya sama. Jarang bagi fotografer bawah laut untuk menggunakan berbagai macam tipe dan merek kamera. Sebab harga sebuah housing beserta perlengkapan fotografi bawah laut bisa mencapai harga 5.000 Euro! 1 Euoro setara dengan Rp 12.000,-.
Sebelum nyemplung, sang fotografer ada baiknya memeriksa peralatan fotografi sekali lagi. Kamera beserta housing ditenggelamkan di baskom berisi air untuk melihat apakah ada kebocoran atau tidak. Namun, walau pemeriksaan sudah dilakukan begitu rupa, sering terjadi kasus ketika air masuk pada kedalaman-kedalaman tertentu seperti 5 meter atau 7 meter. Untuk itu, sebaiknya sang fotografer terus mengawasi keadaan si kamera kesayangan.
Di dalam laut, sang fotografer harus berfokus pada tujuan objek gambar yang akan dipotretnya. Biasanya, fotografer akan ditemani oleh pemandu lokal yang akan menunjukkan daerah-daerah tempat ia bisa mengambil foto dari objek yang ia inginkan. “Kalau guide pasti tahu tempat-tempat dan keadaan lokasi kita menyelam. Misalnya, jam berapa manta (ikan pari) keluar, jam berapa bagusnya. Itu guide-guide lokal pasti tahu,” ujar Dewi.
Saat di dalam air, para fotografer bawah laut tak boleh membuang waktu untuk mengabadikan keindahan angkasa bawah laut dan biota laut yang ada. Bila sasaran utamanya adalah wide angle atau foto pemandangan, maka ia harus menemukan saat-saat atau posisi yang tepat. “Kesempatan motret wide angle itu lebih sedikit. Maksudnya, mau bikin foto yang wide angle yang 'sesuatu banget' itu kesempatannya sedikit,” ujar Pinneng.
Pinneng menjelaskan bahwa membuat foto wide angle membutuhkan beberapa objek-objek yang membuat foto akan jadi menarik. “Misalnya, ada koral, manusia, dan matahari. Tapi bikin foto kayak gitu mau berapa kali sih? Satu-dua kali mungkin oke. Tapi kesempatannya 'kan gak datang terus-terusan,” ujarnya sambil tersenyum.
Oleh karena itu, wajar bila baik Pinneng maupun Dewi lebih menggemari foto-foto makro. Foto-foto makro menitikberatkan pada objek-objek laut yang bentuknya kecil, seperti kuda laut, nudibranch (kelinci laut), dan ikan-ikan kecil. Tapi, sama halnya dengan foto wide angle, foto makro pun memiliki tantangan tersendiri.
Objek-objek laut bukanlah benda mati tak bergerak. Pergerakan biota laut sungguh sulit untuk diprediksi dan kecenderungan mereka untuk bergerak cepat sangatlah tinggi. Untuk itu, kesabaran adalah kunci paling utama. Selain kesabaran, teknik selam yang mumpuni wajib dimiliki. Sebab, dalam keadaan memotret biota laut, diperlukan keseimbangan atau buoyancy dari sang fotografer.
Patut diketahui bahwa keadaan di bawah air tak selamanya memungkinkan bagi para fotografer untuk mengambil foto. Saat arus bawah air begitu kencang, fotografer mau tak mau harus merelakan banyak momen-momen penting. Namun ironisnya, saat arus kencang, justru biota laut yang cantik banyak berkumpul. “Biasa kalau tempatnya banyak arus itu lebih bagus, lebih banyak ikan,” ujar Dewi yang sungguh mengagumi laut Indonesia.
Harus punya etikaBagi para fotografi bawah laut, kemampuan menyelam dan fotografi memang penting dimiliki. Namun, etika pun wajib dimiliki. Para fotografer bawah laut yang menyelam bersama-sama dalam satu grup besar harus memiliki etika yang benar. Etika ini sesungguhnya tak tertulis, namun wajib dipahami oleh masing-masing fotografer bawah laut.
Bagi Dewi, etika ini akan terbentuk secara alami antara para dive buddy. Dive buddy atau rekan selam akan saling memahami keinginan masing-masing jika terbiasa menyelam bersama. Memang, dalam penyelaman secara kelompok, masing-masing penyelam atau fotografer bawah laut akan berpasang-pasangan. Dalam hal ini, sesama fotografer harus saling mengingatkan, menjaga, dan tidak meninggalkan pasangannya. Bila seorang sedang memotret satu objek laut, maka pasangannya tidak boleh meninggalkannya begitu saja. Selain itu, seorang yang memahami etika tidak akan menyerobot kesempatan mengambil foto milik rekannya.
Pinneng yang telah mengambil sertifikasi hingga dive master PADI, mengatakan bahwa, etika antara dive buddy membuat kita akan lebih dihormati di kalangan sesama penyelam atau fotografer bawah laut. Bila seseorang suka melanggar etika, maka lambat laun ia akan dijauhi oleh rekan-rekan fotografer bawah laut lainnya.
Selain etika antarrekan fotografer, para fotografer bawah laut wajib untuk mentaati etika-etika bawah laut. Etika-etika seperti tidak memegang biota laut atau benda-benda laut wajib untuk ditaati. Tapi aturan ini tentu tak berlaku dalam keadaan-keadaan darurat seperti saat arus kencang. “Sometimes kalau arus kencang, ya kita gak bisa apa-apa lagi, jadi harus pegangan ke koral atau karang,” ujar Dewi yang telah mengambil sertifikasi advanced PADI.
Mengabadikan keindahan dan kemisteriusan angkasa bawah laut boleh jadi tantangan melelahkan bagi Pinneng dan Dewi. Namun, pesona bawah laut ternyata mampu membius dan membuat mereka seakan kecanduan. Apalagi dengan keindahan bawah laut milik Indonesia. Baik Pinneng maupun Dewi mengaku bahwa pemandangan bawah laut Indonesia adalah yang terbaik. “Aku berharap agar underwater photographer Indonesia bisa mengalahkan underwater photographer luar, karena dari alamnya, kita ini sudah ada alias sudah punya diving spot yang bagus,” ujar Dewi.
Jadi, bukankah 'angkasa bawah laut' milik kita lebih pantas diabadikan? Yuk, mari!