Intisari-online.com Penemuan yang dianggap sebagai penemuan hieroglif paling signifikan dalam dekade ini dipublikasikan pada 28 Juni lalu di National Palace of Culture Guatemala. “Teks hieroglif ini lebih banyak berbicara mengenai kisah politik pada masa itu, bukan sebuah ramalan,” kata Marcello A. Canuto, Direktur pada Tulane’s Middle American Research Institute sekaligus pimpinan tim ekskavasi di situs La Corona.
Sejak 2008, Canuto dan Tomas Barrientos dari Universidad del Valle de Guatemala melakukan penelitian dan ekskavasi di Situs La Corona, yang porak-poranda dijarah orang tak bertanggung jawab. “Tahun lalu, kami menyadari bahwa para penjarah meninggalkan beberapa batuan berukir karena kondisinya yang sudah terlalu rusak untuk dijual di pasar antik gelap,” kata Barrientos. Para peneliti ini tahu bahwa para penjarah telah menemukan sesuatu yang penting. “Kami juga berharap mereka meninggalkan sesuatu yang penting,” lanjutnya.
Ternyata benar. Canuto dan Barrientos menemukan teks hieroglif terpanjang yang pernah ditemukan di Guatemala! “Diukir di anak tangga, teks itu merekam sejarah La Corona selama 200 tahun,” kata David Stuart, Direktur Mesoamerica Center di The University of Texas, Austin. Stuart terlibat dalam penelitian awal tahun 1997, saat pertama kali situs tersebut dieksplorasi.
Ketika Stuart berusaha memecahkan arti tulisan Maya itu, dia menemukan referensi angka "2012" di susunan anak tangga yang diukir pada batu. Ternyata, ukir-ukiran hieroglif ini untuk merayakan kunjungan dari pemimpin Maya yang sangat berpengaruh kala itu, Yuknoom Ych’aak K’ahk dari Calakmul, ke La Corona pada 696 Masehi. Kunjungan ini terjadi beberapa bulan setelah kekalahan Yuknoom melawan rivalnya, Tikal, pada 695 Masehi. Menurut sejarawan, sudah menjadi adat Suku Maya saat itu, ketika seorang penguasa kalah dalam peperangan, dia akan mengunjungi sekutunya dan menyampaikan kabar tentang kekalahannya.
“Saat itu adalah periode di mana terjadi pergolakan politik besar di wilayah Maya. Sang raja ini merasa harus menyinggung sebuah siklus yang lebih besar dari gejolak tersebut, yaitu akhir dunia tahun 2012, " Stuart menerangkan. Bisa dibilang, Stuart melanjutkan, angka “2012” di teks tersebut lebih merujuk ke saat takhta raja Maya dilanda masalah besar dan penyelesaiannya dengan kerangka kosmologis yang lebih luas.
“Saat krisis, Suku Maya menggunakan perhitungan kalender mereka untuk mengungkapkan kontinuitas dan stabilitas bangsanya, daripada sebuah prediksi hari kiamat,” pungkas Canuto.