Intisari-Online.com - Gasing diprediksi telah ada sejak 3.500 SM. Para arkeolog menemukan sebuah bentuk yang menyerupai gasing berbahan dasar tanah liat di kota tua Ur (sekarang Muqayyar, 187 mil di sebelah tenggara Baghdad, Irak). Beberapa peneliti juga menemukan bentuk menyerupai gasing di Yunani, Cina, dan Mesir. Uniknya bentuk gasing yang ditemukan tak jauh beda antara satu dengan lainnya.
Tak ada catatan pasti tentang masuknya gasing ke tanah Nusantara. Beberapa cerita mengatakan, misionaris dari Eropa pertama kali memperkenalkan mainan yang memiliki berbagai nama ke Suku Dayak yang ada di Kalimantan. Catatan sejarah lainnya justru mengatakan, bangsa Jepang mengenal gasing setelah dibawa oleh Pendeta Buddha asal Korea yang berkunjung ke Sumatra. Ketiadaan naskah kuno atau artefak tentang gasing menambah tanda tanya para pecinta mainan tradisional ini.
Menariknya, gasing bisa ditemukan di seluruh penjuru Nusantara. Setiap provinsi, kota, bahkan desa mengenal permainan yang bisa dimainkan secara sendiri maupun beregu ini. Cerita asal muasal gasing di tiap daerah pun berbeda-beda. Warga di kepulauan Riau misalnya percaya bahwa gasing telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, bahkan jauh sebelum itu. Masyarakat Jawa Barat mengklaim, gasing telah ada sebelum kemerdekaan. Sedang masyarakat Sulawesi mempercayai gasing telah ada sejak 1930-an.
Mainan anak dewa
Bagi Suku Dayak gasing bukan sekedar mainan biasa. Dayak Kanayatn percaya gasing adalah manusia jelmaan Talino (Tuhan) yang disebut Nek Gasikng dan mengambil nama Nek Abakng Sajinte Jubata Tapakng. Tak heran maka, gasing yang di masyarakat Dayak Kanayatn dibuat dengan bahan akar kayu Tapakng.
Menurut cerita yang beredar, manusia pada awalnya tak mengenal beras sebagai bahan makanan pokok. Melihat hal itu, Nek Gasikng melakukan kegiatan berputar di tengah-tengah ruang utama samik, agar padi turun ke bumi. Beras yang turun ke bumi mengumpulkan beras di tengah pante (teras rumah). Agar tak perlu repot berputar sendiri, Nek Gasikng membuat benda yang dapat berputar seperti dirinya, yaitu gasing.
Cerita lain mengatakan, Putra Jubata (Tuhan) yang bernama Baruakng tertarik untuk bermain gasing dengan anak-anak manusia di Bumi. Setiap kali Baruakng turun ke Bumi, ia membawa bekal nasi. Penasaran dengan makanan Baruakng yang berbetuk seperti ulat putih, anak-anak manusia mencoba memakannya. Tak disangka, makanan Baruakng enak sekali, dan anak-anak manusia meminta agar Baruakng membawa bibitnya ke Bumi. Itulah saat mereka mulai mengenal nasi.