Intisari-Online.com - Sejarah perselingkuhan juga mengalami pergeseran fungsi dan tujuan. Kita ingat, di masa lalu banyak perselingkuhan dikaitkan dengan kegiatan spionase. Tujuannya adalah upaya pembocoran informasi keamanan antarnegara.
Skandal Menteri Perang di zaman PM Inggris Harold Macmillan, John Profumo, dengan perempuan penghibur asal London Christine Keeler, 1963, adalah contohnya. Selain menjalin kasih dengan Profumo, Keeler juga sering berhubungan dengan Atase AL di Kedubes Uni Soviet di London, Yevgeny Ivanov. Mengingat situasi Perang Dingin saat itu, hubungan pejabat-penghibur itu segera meledak menjadi skandal. Sang menteri, yang sesungguhnya memiliki istri yang sangat cantik, aktris Valerie Hobson, akhirnya dipaksa mundur pada 5 Juni 1963. Ternyata itu pun belum bisa meredam gejolak di pemerintahan Inggris. Akhirnya pada Oktober tahun yang sama PM Macmillan terpaksa mundur dan pemerintahan Partai Konservatif pun bubar.
Dalam periode yang berdekatan, di Kanada juga terjadi skandal yang sama, The Munsinger Affair. Perempuan mata-mata Soviet nan jelita, Gerda Munsinger, tak hanya menjalin asmara dengan satu anggota kabinet, tetapi banyak. Sejumlah menteri Kanada terlibat perselingkuhan berjamaah dengan satu perempuan agen rahasia negara lawan.
Skandal cinta untuk urusan politik, yang paling top adalah kisah Ratu Mesir Cleopatra. Kematiannya di abad ke-30 SM mungkin tak meninggalkan apa-apa, termasuk catatan. Kejayaannya berakhir dan digantikan Kekaisaran Romawi. Bahkan ibukota kerajaan, Aleksandria, terkubur lautan dan kota-kota modern. Tapi reputasi Sang Ratu sebagai pemikat untuk kepentingan politik sungguh diakui. Buku Cleopatra: The Last Queen of Egypt karangan ahli sejarah Mesir Joyce Tyldesley, menunjukkan bukti bahwa bagi Cleopatra, seks adalah politik dan politik adalah urusan seks. Sang Ratu bersekutu dengan dua tokoh Kerajaan Roma, Julius Caesar dan Marc Antony, yang tak lain adalah pacar-pacarnya.
Selain bertendensi politik, bisa juga hubungan tak bertendensi apa pun. Setidak-tidaknya pada awalnya. Baru setelah terjadi konflik kepentingan, itu menjadi masalah. Skandal bisa berkembang menjadi skandal keuangan.
Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz contohnya. Ia mulanya pacaran biasa dengan stafnya, Shaha Ali Riza. Tapi setelah ia mengusulkan kenaikan gaji bagi sang pacar di luar ketentuan, muncul masalah. Mantan Wakil Menteri Pertahanan AS yang pernah menjadi Duber AS di Jakarta itu pun mundur dari Bank Dunia, 30 Juni 2007.
Bagai penyakit menular, masalah serupa juga terjadi di Dana Moneter Internasional (IMF). Tahun 2008, bos IMF Dominique Strauss-Khan juga terlibat skandal dengan perempuan Hongaria Piroska Nagy.
Pada 2007, Presiden Israel Moshe Katsav dipaksa mundur setelah ketahuan terlibat skandal seks dengan beberapa pegawai kantornya. Ia bahkan dituduh memperkosa segala. Wakil Presiden Komisi Eropa Gunther Verhengen juga terpaksa mundur setelah beredar foto affair dia dengan kepala stafnya yang berusia 15 tahun lebih muda.
Hubungan semula mungkin bersifat "profesional" belaka, antara konsumen dengan PSK seperti halnya Gubernur Spitzer di New York. Masalah tak akan seberapa gawat kalau Spitzer bukanlah tokoh tenar. Ketenaran itulah yang kemudian dibawa media hingga mengakibatkan kehancurannya.
Kisah yang mirip terjadi di Jepang pada 1989 saat Perdana Menteri yang baru tiga bulan memerintah, Uno Sosuke, mundur setelah ada seorang geisha mengaku pernah terlibat affair dengan dia. Pada Mei 2009, Wakil Menteri Kepala Kabinet Jepang Yoshitoda Konoika juga terpaksa mengundurkan diri setelah ketahuan mengunjungi perempuan selingkuhannya. (Intisari)