Merci Beaucoup, Mr. Daguerre!

Agus Surono

Editor

Merci Beaucoup, Mr. Daguerre!
Merci Beaucoup, Mr. Daguerre!

Intisari-Online.com - Siapa sih Daguerre itu sampai perlu diterimakasihi? Pelukis asal Prancis bernama lengkap Louis-Jacques Mande Daguerre ini memang tidak sepopuler Kodak, yang mendunia sebagai merek kamera. Padahal lelaki kelahiran 18 November 1787 inilah bidannya dunia fotografi.

Awalnya, Juli 1822, Daguerre membentuk sebuah teater. Dalam sebuah pertunjukannya, ia membuat kejutan dengan menghadirkan lukisan ilusi yang membuat pertunjukan semakin "hidup". Kunci dari semua itu adalah camera obscura (ruang gelap), sebuah kotak persegi dengan bukaan lubang kecil yang memproyeksikan objek di luar ke dalam dinding alat tersebut dalam keadaan terbalik. Inilah pelopor kamera yang dikenal selama ini.

Prinsip ini sudah diketahui Aristoteles 2.000 tahun lalu. Bahkan ilmuwan dan penulis Italia, Giambattista della Porta, di akhir abad ke-16 sudah menjelaskan secara lengkap penggunaan camera obscura dengan lensa. Sampai abad ke-18 camera obscura menjadi mainan para pelukis untuk menjiplak objek dari alam secara akurat. Tapi semuanya masih belum bisa menghadirkan gambar itu secara permanen.

Lalu datanglah Nicephore Niepce yang tinggal di Chalon-sur-Saone, 189 mil tenggara Paris. Hobinya pada litografi menuntunnya masuk dunia fotografi. Dalam proses ini gambar dipindahkan ke batu litograf. Untuk membuat gambar Niepce mengandalkan keahlian anaknya. Sayang, anaknya masuk dinas militer sehingga Niepce akhirnya mengandalkan cahaya untuk melukis gambar yang diinginkannya.

Niepce meminyaki lukisan sehingga transparan, kemudian meletakkannya di atas lempengan yang dilapisi larutan sensitif-cahaya dan memanaskannya pada cahaya Matahari. Setelah beberapa jam, wilayah terang lukisan akan mengeras, sedangkan bagian gelap akan tetap lembek yang bisa hilang dengan mencucinya, meninggalkan jiplakan lukisan. Tahun 1826 - 1827 Niepce menghasilkan gambar pemandangan halaman depan rumahnya dengan menggunakan camera obscura yang dipasangkan dengan lempengan campuran timah putih dan timah hitam. Dibutuhkan waktu pencahayaan sekitar delapan jam untuk memperoleh gambar itu. Sayang, hasil yang diperolehnya masih terlalu gelap (underexposed).

Pada 4 Desember 1829, Niepce dan Daguerre menjalin kerja sama untuk memperbaiki hasil yang sudah dicapai Niepce. Lembaran timah tadi diganti dengan lempengan tembaga yang dilapisi perak, dan kemudian diproses menggunakan larutan iodium. Percobaan terus dilakukan dengan menggunakan perak iodium yang dilemahkan dalam air raksa. Waktu pencahayaan bisa dipersingkat menjadi setengah jam. Memang, hasilnya belum bisa permanen. Baru tahun 1837, empat tahun setelah kematian Niepce, Daguerre bisa mengawetkan gambar yang didapat dengan melarutkannya dalam larutan garam dapur. Prosesnya diberi nama daguerreotype. Sedangkan proses temuan Niepce dinamai heliograph (karena menggunakan sinar Matahari).

Gambar yang dihasilkan oleh Daguerre tidak bisa dicetak ulang. Untuk mencetak ulang harus digunakan film. Cara pembuatan film ini pertama kali ditemukan oleh orang Inggris, William Henry Fox Talbot. Film buatan Tabot berupa gambar di atas kertas yang peka cahaya dan kemudian dibuat transparan dengan bantuan cahaya lilin.

Dari sini, fotografi berkembang lagi. Setelah film negatif dan positif (slide), kini citra hasil jepretan kamera sudah bisa disimpan dalam bentuk data digital. Jadi, enggak perlu film lagi.

Ngrumpi soal fotografi, Indonesia termasuk mujur sebab dua tahun semenjak fotografi ditemukan manusia, temuan itu sudah masuk ke Indonesia (yang waktu itu bernama Hindia Belanda). Adalah Dr. Jurriaans Munich yang datang ke Indonesia atas permintaan pemerintah kolonial untuk membuat rekaman-rekaman gambar. Setelah itu, menyusul dua pria Inggris Walter Wood Burey dan James Page pada 18 Mei 1857. (Intisari)