Intisari-Online.com - Sebuah kota, tak lain, adalah manusia yang menghuninya. Ide, pendapat, kehendak, kebutuhan, hubungan sosial, ekonomi dan politik warga adalah aspek-aspek yang membentuk dan menentukan warna, bentuk, dan sejahtera tidaknya sebuah kota. Karena itu, semua aspek di atas sangat penting digali, didengar, dipenuhi dan diwujudkan. Ini akan memupuk rasa memiliki warga terhadap kotanya. Penataan dan pembagian ruang pun sesuai dengan kebutuhan wargakota. Begitulah, keterlibatan warga akan mewujudkankotayang demokratis dan terbuka.
Itulah ungkapan Wardah Hafidz, Koordinator Urban Poor Consortium (UPC), sebuah organisasi masyarakat sipil yang berbasis di Jakarta, soal urgensi partisipasi warga dalam penataan kota. Dengan partipasi, kata dia, warga kota dimanusiakan.
Coen Husain Pontoh, mahasiswa ilmu politik asal Indonesia di City University of New York, juga mengamini pentingnya partisipasi ini. Untuk mengubah wajah kota secara mendasar, maka mutlak diperlukan keterlibatan warga kota, yang selama ini disingkirkan dari proses perencanaan dan pembangunan perkotaan. “Tanpa pelibatan masyarakat secara luas, maka sebaik apa pun pemerintahan kota terpilih, maka ia akan terjebak pada pola pembangunan kota sebelumnya, yang hanya melibatkan para teknokrat yang memiliki keahlian khusus,” papar Coen.
Seberapa efektifkah keterlibatan warga kota tersebut? Sangat tergantung pada dua hal yang tak terpisahkan satu-sama lain. Pertama, adanya kebijakan dari pemerintah kota untuk membuka ruang bagi keterlibatan warga kota. Terutama keterlibatan warga dalam pengambilan kebijakan dan kontrol atas kebijakan yang telah diputuskan.
Kedua, adanya organisasi masyarakat sipil yang kuat dan terorganisir. Tanpa organisasi yang kuat, maka program-program pemerintah yang pro-rakyat tadi tidak akan berjalan efektif. Sebab, pada akhirnya pemerintah kembali terperangkap pada jebakan teknokrasi alias menyerahkan semuanya pada para ahli.