Intisari-Online.com - Masalah perkotaan akhir-akhir ini menjadi topik hangat. Dahulu, menurut catatan UN-HABITAT, badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah tata kota dunia, perihal perencanaan kota tidak terlalu digubris. Soalnya dianggap sebagai hal yang tidak efektif, karena tidak bisa secara jitu membidik target pengembangan tata huni sebuah negara. Beranjak ke depan, masalah tata kota semakin menjadi perhatian penguasa, beralih dari ambisi memerintah dan mengontrol menjadi menata sebuah kota.
Menurut UN-HABITAT, di beberapa kota-kota di dunia, tak bisa dimungkiri bahwa banyak kondisi yang sudah dibilang parah. Tren urbanisasi kini ekuivalen dengan terciptanya kantong-kantong daerah kumuh dan tidak terawat, perencanaan tata kota yang salah dituding sebagai dalang krisis lingkungan dan perubahan iklim, bahkan krisis moneter yang terjadi di beberapa belahan dunia juga tak luput dari peran pengembangan kota yang tidak mengindahkan masalah pelayanan publik dan potensi daerah, semata hanya produktivitas ekonomi saja.
Kalau demikian, sebenarnya adakah yang disebut kota ideal itu?
Banjir tetap nyaman
Ir. Ikaputra M.Eng., Ph.D., pakar perencanaan kota dan lingkungan, mengungkapkan gambaran pribadi mengenai kota ideal. Kota yang ideal itu kota yang nyaman dihuni. “Penghuni kota itu hidup tanpa kelelahan,” kata Ikaputra. Dari berangkat kerja sampai pulang ke rumah, misalnya, dilakukan tanpa banyak hambatan yang berarti. Ketika sudah sampai di rumah, interaksi dengan keluarga bisa dilakukan dengan enak.
Ukuran nyaman semacam ini menyangkut tiga hal: psikologi, sosial, dan privasi. Unsur sosial berhubungan dengan ruang-ruang di kota, seperti jalanan, fasilitas publik, dan sebagainya. Unsur privasi ada pada ranah rumah tinggal masing-masing. Sedangkan unsur psikologi berkenaan dengan rasa tiap individunya.
Dari situ, bisa dibuat gambaran besar bahwa kota yang ideal adalah kota yang menjamin penghuninya bisa hidup secara nyaman, baik di ruang privat maupun di ruang publik. “Sehingga, secara psikologis tiap penghuninya juga sehat."
Seringkali, deskripsi “nyaman” diterjemahkan secara berbeda oleh tiap orangnya. Bisa saja, sebuah komunitas kampung merasa nyaman tinggal di wilayah tersebut walaupun setiap tahunnya selalu terendam banjir. Maka itu, perlu ada standar sehingga bisa bisa dibuat kriteria tentang kota yang ideal tersebut."
Standar kota ideal itu akan menjadi pegangan minimal pengaturan dan perencanaan pembangunan sebuah kota, sehingga setiap orang di satu kota itu mempunyai kesamaan persepsi terhadap kenyamanan itu sendiri.