Intisari-Online.com – Jika tingginya aktivitas seksual sampai berpengaruh terhadap kehidupan normal serta menghambat kerja dan hubungan sosial, itu indikasi hiperseks.
Pada kasus hiperseks karena mania, penderita harus menjalani terapi psikiatrik di bawah pengawasan dokter jiwa.
Kok dokter jiwa? Ya, soalnya gangguan ini bukan semata-mata masalah hormon seks, tetapi masalah kejiwaan.
BACA JUGA: Ini 5 Bahaya Nonton Film Porno di Ponsel Android, Sungguh di Luar Dugaan!
Menurut Dr. Patrick J. Carnes, seksaholisme terjadi pada sekitar 8 persen pria dan 3 persen wanita di Amerika Serikat.
Di Indonesia, seperti biasa, mohon maaf, belum ada data. Para ahli kesehatan jiwa meyakini kelainan seksaholisme berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi.
Seorang seksaholik biasanya juga punya masalah dengan kemampuan mengendalikan diri dalam urusan selain seks.
Orang macam ini menjadikan seks sebagai pelampiasan dari segala bentuk masalah dalam hidupnya.
Hingga sekarang penyebab gangguan ini masih belum diketahui secara pasti.
BACA JUGA: Inilah Gustave, si 'Monster' Buaya Raksasa Pembunuh 300 Manusia di Burundi
Namun diduga, trauma seksual masa lalu bisa menjadi salah satu penyebab timbulnya seksaholisme saat dewasa.
Ini misalnya terjadi pada mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual atau hidup di keluarga yang kehidupan seksualnya bermasalah.
Tidak ada batasan pasti antara hiperseksualitas dan libido tinggi yang masih normal.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR