Intisari-Online.com – Jika pada birokrasi ada pemeo “posisi menentukan tingkat korupsi”, pada hubungan intim pun dikenal pemeo “posisi menentukan sensasi”. Makin banyak posisi dan variasi yang dapat dicoba pasangan suami-istri di atas ranjang, kian besar kenikmatan dan sensasi yang ditimbulkan. Masalahnya, pada orang gemuk, tak banyak pilihan yang dapat dimaksimalkan.
Secara fisik, kegemukan memang dapat mengganggu kenyamanan di atas ranjang, terutama terkait posisi dan gerakan. Orang yang kegemukan tak hanya akan memberikan beban berlebihan bagi pasangannya, tapi juga menghambat gerakan, baik bagi yang bersangkutan maupun pasangan.
Jika salah satu yang gemuk, istri misalnya, masih mendingan. Karena dalam konteks hubungan intim, perempuan bertindak sebagai pihak yang pasif. Artinya, dengan posisi apa pun dia siap melayani. Anggap saja istri sedang hamil. Mau diajak main doggy style (variasi posisi yang sangat umum dan lazim disarankan pada suami yang istrinya sedang hamil), raising the mast (posisi berpelukan, suami mengganjal bokong istri dengan pahanya atau bantal), bahkan bronco buster (istri bermain di atas) masih mungkin dilakukan, sepanjang bobot istri tidak membuat asma suami kambuh. Syaratnya, sekali lagi, berat badan suami normal.
Namun, kalau yang kelebihan berat badan pihak lelaki, pilihan posisi dan variasi menjadi makin terbatas. Karena yang harus aktif dan kreatif ‘kan pihak pria. Sementara dia sendiri mengalami kesulitan dengan penumpukan lemak di sekitar perut dan alat kelamin serta kecilnya ukuran penis. Belum lagi rendahnya kepercayaan diri untuk ereksi. Jadi, kalau masih bisa berhubungan intim dengan posisi normal saja sudah bagus, enggak usah mikir yang macem-macem.
Sekarang, bagaimana jika dua-duanya overweight? Weleh-weleh, dokter konsultan seks pun tak punya saran praktis untuk masalah yang satu ini. Dengan kata lain, hubungan intim akan sulit terjadi, jika tak ingin menyebut “tidak mungkin”.
Makanya, kontrol berat badan agar hubungan intim dapat lancar jaya. (Healthy Sexual Life)