Intisari-Online.com - Sebagian besar orangtua lebih suka memberlakukan aturan ketat, bahkan cenderung keras, dalam mendidik anak. Dengan cara ini, anak diharapkan dapat diarahkan pada perilaku-perilaku yang “baik.” Selain itu, kemungkinan seorang anak untuk melakukan penyimpangan pun dianggap akan semakin kecil.
Tentu saja cara ini tidak dapat disalahkan. Toh, beberapa kasus membuktikan bahwa dengan cara seperti ini, seorang anak dapat bebas dari perilaku menyimpang. Sayangnya, hal ini hanya terjadi pada beberapa anak. Hasil penelitian terbaru malah menunjukan bahwa seorang anak yang dididik orangtua “bertangan besi” justru memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan penyimpangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rick Trinkner dan rekan-rekannya dari University of New Hampshire, AS, tersebut menganalisis data New Hampshire Youth Study tentang para pelajar SMP-SMA. Para pelajar ini diminta mengisi beberapa kuesioner dalam periode 18 bulan. Pertanyaannya melingkupi bagaimana cara orangtua menerapkan disiplin, cara pandang pelajar-pelajar tersebut terhadap orangtua mereka, serta riwayat perilaku menyimpang yang mereka lakukan.
Cara menerapkan disiplin yang dilakukan orangtua tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu orangtua yang otoritatif (menerapkan disiplin tapi juga menghargai cara berpikir anak), orangtua yang otoriter (hanya menerapkan disiplin tanpa memberi anak keleluasaan berbicara atau mengambil keputusan), dan orangtua yang sangat permisif (membebaskan anaknya untuk memilih dan melakukan apa pun tanpa menerapkan disiplin sedikit pun).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orangtua yang otoriter cenderung akan membuat anak tidak menghargai otoritas orangtua mereka bahkan mereka akan terlibat dalam perilaku-perilaku menyimpang. Namun, bukan berarti anak yang diberikan kebebasan penuh oleh orangtuanya akan bersifat sebaliknya karena anak akan mudah terjerumus pada perilaku menyimpang.
Trinker berpendapat orangtua harusnya memberi porsi yang seimbang antara menerapkan disiplin dan memberi (bukan mengikuti) kebebasan anak mengungkapkan isi pikirannya. Dengan kata lain, menurut Trinker, “Pendekatan terbaik adalah dengan menjadi orangtua yang otoritatif.”
Berbicaralah “dengan” anak, bukan berbicara “pada” anak. Maksudnya, ciptakanlah komunikasi dua arah. Tidak hanya orangtua yang mendominasi pembicaraan. Dengarkan apa yang ingin anak sampaikan. Namun, tetap beri tahu apa yang tidak boleh dia lakukan dengan memberikan alasan yang baik dan masuk akal bagi anak. (WebMD)