Memilih 'Play-Group' untuk Anak

Rusman Nurjaman

Editor

Memilih 'Play-Group' untuk Anak
Memilih 'Play-Group' untuk Anak

Intisari-Online.com - Kesibukan bekerja seringkali menjadi alasan para orangtua memasukkan anaknya ke sebuah play group. Selain itu, ada juga kebutuhan agar si anak dapat belajar bersosialisasi dengan teman sebaya. Agar aktivitas anak bisa terpantau, para orangtua seakan tak punya pilihan lain. Terlebih, ketika saudara atau nenek/kakek si anak selama ini sudah agak kewalahan menjaganya. Keberadaan play-group seolah menjadi solusi.

Menurut dr. Purnamawati S. Pujiarto, Sp.AK, MM.Ped, menitipkan anak di play-group manakala orangtua pergi bekerja atau ada keperluan lain boleh-boleh saja. Namun, hal ini perlu disesuaikan dengan kondisi anak dan tipe play-group-nya. Anak di bawah umur 3 tahun, misalnya, belum bisa melakukan rutinitas. Karena itu sebaiknya main-main saja di rumah bersama ayah, ibu, sudara, atau kakek-neneknya. Namun belum diperbolehkan nonton TV. Sebab, sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak, usia balita sebenarnya masa-masa dia membutuhkan kehadiran orang-orang terdekatnya. Menurut ilmu psikologi, anak di bawah usia 3 tahun juga belum saatnya diajarkan sosialisasi. Ia masih berkutat dengan dirinya sendiri.

Sekarang juga sudah bertebaran sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD). Hanya jika anaknya belum berumur dua tahun, sebaiknya tidak usah dulu. Di Belanda, orangtua yang menyekolahkan anaknya ketika belum berusia dua tahun dipastikan mendapat teguran keras, bahkan bisa dimarahi. Orangtua yang bersangkutan bakal tersangkut masalah serius karena dianggap melakukan child abuse (kekerasan pada anak). Anak menjadi korban ambisi orangtua.

Kadang, play-group juga tak selalu efektif. Beberapa pengalaman orangtua juga menunjukkan play-group tak menjamin anak berhasil bersosialisasi. Seseorang yang sejak kecil disekolahkan malah lebih sulit mendapat teman, tinimbang orang lain yang di masa kecilnya tak sempat mengenyam play-group.

Jadi, para orangtua perlu bersabar. Jangan terburu-buru dan terlalu berambisi mengajarkan anak dengan harapan perkembangannya pesat. Mari, ikuti tahapan-tahapan tumbuh kembangnya. (Q & A, Smart Parents for Healthy Children)