Intisari-Online.com - Beban pekerjaan yang mendera tiap hari, belum lagi ditambah kondisi lingkungan yang tidak mendukung; macet, berdesak-desakan di bus, was-was akan tindak kejahatan, tak pelak membuat beban hidup ini terasa berlipat ganda.
Sampai di rumah, bukannya bisa menghela napas panjang. Ada saja masalah di kiri-kanan, tagihan ini-itu, pekerjaan rumah yang sepertinya tidak pernah usai, bahkan untuk sekadar berbaring sejenak pun rasanya tak sempat. Maka tak heran kalau yang tinggal di daerah urban, seperti Jakarta, rentan terkena depresi.
Menurut World Health Organization (WHO), jiwa yang sehat didefinisikan sebagai jiwa seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dr. dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ (K), dosen pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo mengungkapkan, selain menerima dirinya, dia pun bisa menerima orang lain sebagaimana adanya. “Seperti apa pun orang lain, dia bisa berempati,” kata dokter Nurmiati.
Sikap menerima diri sebagaimana adanya akan menimbulkan rasa bahagia, kepuasan hati, ketenangan, bebas dari rasa lemah, ketakutan, dan kecemasan. Perasaan itu akan memunculkan rasa mencintai dirinya sendiri. “Dia tidak mau merusak dirinya sendiri, seperti mengonsumsi narkoba atau perilaku negatif yang lain. Dia juga mampu bekerja dan memenuhi potensi intelektual dirinya,” ungkap dokter Nurmiati.
Jadi, kalau kita tidak bisa atau enggan bekerja, tidak merasa bahagia, selalu cemas dan takut, serta tidak bisa mencintai diri sendiri, kita kena gangguan jiwa. Sebaliknya, kalau kita tidak ingin terkena depresi dan gangguan jiwa, maka Anda harus memilih menjadi bahagia, menerima diri, dan menerima orang lain.