Intisari-Online.com - Salah satu alasan yang mengemuka dalam penyerangan ke Lapas Cebongan adalah jiwa korsa, atau l'esprit de corps. Apa itu jiwa korsa?
Mayor Jenderal James Gutherie Harbord (1866-1947) dalam bukunya The American Army in France (Little Brown) menulis bahwa disiplin dan moral mempengaruhi suara tak terucapkan yang selalu diberikan ketika tugas memanggil. Disiplin dan moral menyangkut masalah rohaniah. Terciptanya disiplin dan moral yang tinggi menuntut terpeliharanya l'esprit de corps atau jiwa korsa yang tinggi pula. Tidak mudah membina jiwa korsa ini, dan lebih mudah membentuk cauvinisme corps. Sifat patriotik berlebihan pada kesatuan.
Sedangkan menurut Ralph Linton (1893 - 1952), antropolog AS, dalam bukunya The Study of Man (Appleton Century Crofts, Inc.), jiwa korsa adalah pengembangan dari sebuah kesadaran, sebuah perasaan kesatuan. Jiwa korsa adalah semangat kebersamaan dalam korps, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap perhimpunan atau organisasi. Akan tetapi kebanggaan itu secara wajar, tidak berlebihan. Tidak membabi buta.
Jiwa korsa, seperti diungkapkan oleh Staplekamps Jr. Le Lait de Rat dalam tulisan berjudul "Korpsgeist" (De Militaire Spectator, 1952), memiliki beberapa faktor seperti rasa hormat (rasa hormat pribadi dan rasa hormat pada organisasi), setia (setia kepada sumpah, janji, dan tradisi kesatuan serta kawan-kawan satu korps), serta kesadaran (kesadaran bersama, bangga untuk menjadi anggota korps).
Bisa jadi jiwa korsa ini mirip dengan konsep ashabiyah-nya Ibnu Khaldun (1332 - 1406) yang membaginya dalam dua pengertian. Pertama, bermakna positif dengan menunjuk pada konsep persaudaraan (brotherhood). Kedua, bermakna negatif, yakni kesetiaan dan fanatisme membabi buta yang tidak didasarkan pada aspek kebenaran.
Apakah alasan para penyerang napi Lapas Cebongan termasuk jiwa korsa negatif atau chauvinism corps?