Intisari-Online.com - Selain beberapa penyebab yang telah disebutkan sebelumnya, berikut ini pemicu depresi yang lain.
- Hubungan buruk persaudaraan
Hubungan dengan siapa saja yang tidak menyenangkan dapat menyebabkan depresi. Sebuah penelitian di American Journal of Psychiatry pada tahun 2007 menemukan bahwa pria yang tidak akur dengan saudara mereka sebelum usia 20 lebih mungkin mengalami depresi di kemudian hari daripada mereka yang rukun.Meskipun tidak jelas apa yang signifikan bagi hubungan itu (tidak berlaku pada hubungan dengan orangtua), peneliti menyarankan orangtua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan kemampuan untuk terhubung dengan rekan dan bersosialisasi. Apapun alasannya, terlalu sering tidak akur berisiko lebih besar terkena depresi sebelum usia 50 tahun.
Seperti halnya obat-obatan, pil KB juga memiliki efek samping. Kontrasepsi oral mengandung progesteron sintetik yang menurut beberapa penelitian bisa menyebabkan depresi pada beberapa wanita. Meskipun alasannya tidak jelas. Ini tidak terjadi pada semua orang tetapi jika seorang wanita memiliki riwayat depresi atau rentan terhadap depresi, mereka memiliki kesempatan mengalami peningkatan gejala depresi saat mengonsumsi pil KB. Beberapa wanita yang tidak dapat mengonsumsi pil KB mencari alternatif lain seperti kontrasepsi diafragma yang tidak mengandung hormon.
Depresi juga bisa karena efek samping dari obat penghilang rasa sakit dan obat insomnia, termasuk obat yang diresepkan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Obat penurun kolesterol dan obat untuk mengatasi gejala menopause juga memiliki efek pada depresi. Oleh karena itu, selalu baca efek samping saat mengonsumsi obat baru dan konsultasikan dengan dokter apakah obat tersbut dapat menyebabkan risiko depresi.
Merokok telah lama dikaitkan dengan depresi, dan pada kenyataannya, orang yang merokok lebih mungkin mengembangkan depresi. Ini karena nikotin dalam rokok mempengaruhi aktivitas neurotransmitter di otak yang meningkatkan kadar dopamin dan serotonin.
- Kebiasaan tidur yang buruk
Kurang tidur menyebabkan berkurangnya refleks tubuh, juga dapat meningkatkan risiko depresi. Sebuah penelitian 2007 menemukan responden yang tidak diizinkan tidur, memiliki aktivitas otak lebih besar setelah melihat gambar menjengkelkan daripada peserta lain yang beristirahat. Reaksi ini mirip dengan pasien depresi. Jika tidak tidur, maka kita tidak punya waktu untuk mengisi sel-sel otak sahingga otak tidak berfungsi dengan baik, dan itulah salah satu penyebab depresi.
Penelitian menunjukkan, orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko 39 persen lebih tinggi mengalami gangguan mood dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pedesaan. Penelitian di Nature Journa tahun 2011 menjelaskan tren ini. Penduduk kota memiliki aktivitas lebih banyak di bagian otak, yang berguna untuk mengatur stres. Tingkat depresi pada masing-masing negara juga berbeda. Warga di negara kaya memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi daripada negara berpenghasilan rendah. Tingginya tingkat depresi juga berpengaruh terhadap peningkatan risiko bunuh diri.
Depresi juga salah satu gejala hipotiroidisme, yaitu kelenjar tiroid (kelenjar berbentuk kupu-kupu di leher) tidak menghasilkan cukup hormon tiroid. Hormon tiroid ini multifungsi dan tugas utamanya sebagai neurotransmitter dan mengatur kadar serotonin. Jika kita mengalami gejala depresi disertai dengan sensitivitas terhadap dingin, sembelit, dan kelelahan, bisa jadi kita menderita hipotiroidisme.
Apakah salah satu gejala tadi juga Anda alami?