Hukuman Fisik Tak Efektif untuk Anak

Birgitta Ajeng

Penulis

Hukuman Fisik Tak Efektif untuk Anak
Hukuman Fisik Tak Efektif untuk Anak

Intisari-Online.com -Ridwan, 11 tahun, sering terlibat pekelahian di sekolah. Masalah ini dialaminya sejak kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Ridwan sering memukul dan mengganggu teman-temannya, terutama anak laki-laki yang badannya lebih kecil dari dirinya.Guru sudah menasihati, tapi Ridwan tetap ngeyel. Akhirnya sang guru melaporkan perihal tingkah laku agresif Ridwan kepada orangtuanya. Orangtua sangat gusar. Mereka sempat tidak percaya dan merasa bahwa guru harus bertanggung jawab atas perilaku Ridwan di sekolah.Saat didiskusikan lebih dalam, ternyata ditemukan fakta bahwa Ridwan sering mendapat pukulan di rumah, baik dari orangtua maupun kakak laki-lakinya. Orangtua Ridwan mengaku tindakan tersebut dilakukan untuk menegakkan disiplin atas tingkah laku Ridwan yang kurang pantas.Sebagai langkah awal, guru menyarankan agar orangtua mengambil alih tanggung jawab dalam memperbaiki tingkah laku Ridwan. Guru menganjurkan agar orangtua membatasi hukuman fisik di rumah. Kakaknya Ridwan juga harus diarahkan agar tidak berlaku kasar."Aku juga boleh memukul"Gambaran perilaku Ridwan menunjukkan salah satu dampak hukuman fisik yang dilakukan orangtua kepada anak. Hukuman fisik merupakan hukuman yang melibatkan sesuatu yang menyakitkan, seperti pemukulan.Roslina Verauli, psikolog anak dan keluarga di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, menyatakan bahwa orangtua, khususnya di Indonesia, suka sekali berpikir bahwa hukuman itu mesti berupa hukuman fisik. Namun sebetulnya hal tersebut tidak efektif.Vera mengungkapkan ada latar belakang yang menyebabkan orangtua memberi hukuman fisik pada anak. Seperti orangtua Ridwan, misalnya, hukuman fisik kerap dianggap sebagai cara untuk mendisiplinkan anak. Hukuman fisik juga dianggap wajar oleh orangtua mungkin karena mereka juga mengalami hukuman fisik semasa kecil. Jadi pola asuh dari orangtua mereka diterapkan lagi ke anak-anaknya saat ini."Barangkali mereka berpikir: saya berhasil (sukses) karena orangtua saya mendidik saya keras. Jadi mereka juga terapkan didikan keras ke anak-anak," kata Vera. Psikolog yang juga merupakan ibu dari satu putra ini juga menilai, orangtua yang memberi hukuman fisik kepada anak adalah orangtua yang tidak memiliki pengendalian emosi yang memadai.Ketika orangtua memberi hukuman fisik kepada anak, pesan yang mungkin sampai pada anak adalah: aku salah dan aku dipukul. Berarti aku boleh pukul teman kalau mereka salah. Akhirnya, pelajaran yang anak tangkap yakni hukuman fisik adalah cara untuk memecahkan masalah.Proses penerimaan pesan ini sebenarnya telah dimulai sejak usia dini. Pada usia dua sampai tiga tahun, anak cenderung meniru orang dewasa. Jika anak melihat orangtua memukul, dia ikut memukul tanpa tahu alasannya. Pada usia tiga sampai empat tahun, anak mulai sensitif dan bisa mengutarakannya melalui mimik muka atau penolakan.Terkadang, anak bisa memberontak ketika merasa ditolak. Sedangkan pada usia empat sampai lima tahun, anak mulai bertanya-tanya alasan orangtua memukul. Anak tidak menerima begitu saja. Bahkan bisa muncul pemikiran seperti: Ibu sudah tidak sayang sama aku.