Intisari-Online.com - Baru tiga bulan belakangan, Didi Kaspi Kasim (37), coba-coba merokok rokok elektronik atau e-cigarette. Dia berusaha beralih ke perangkat itu karena ingin berhenti merokok konvensional. “Sejak tiga tahun lalu, setiap tahun, saya pasti beresolusi akan berhenti merokok, tapi enggak pernah berhasil, dan akhirnya saya ketemu teman yang merokok elektronik,” kata Didi, panggilan akrabnya.
Waktu itu, yang dia tahu, e-ciga-rette bisa digunakan untuk terapi berhenti merokok tembakau. Sejumlah temannya mengatakan, rokok elektronik lebih baik ketimbang rokok konvensional karena tidak ada proses pembakaran sehingga tidak menghasilkan karbon-monoksida. Selain itu, rokok elektronik tidak meninggalkan bau.
Meski sudah mengenal dan meng-gunakan rokok elektronik, laki-laki yang sudah merokok sejak SMA ini tetap merokok konvensional sebab dirinya sulit “lepas” dari nikotin. Lagi pula rokok elektronik tidak se-tiap waktu bisa dinikmati, baterai-nya perlu diisi ulang selama dua jam.
Didi hanya merokok konvensional ketika sedang di kantor. Dia bisa menghabiskan satu bungkus rokok untuk satu hari. Sebaliknya, bila berada di rumah, Didi menghisap rokok elektronik. Hal ini dia lakukan demi kesehatan keluarganya, terlebih demi anaknya yang meng-idap asma. Namun dia mengakui tetap berusaha untuk berhenti merokok melalui rokok eletronik.
Didi tidak sendirian. Di berbagai negara, rokok elektronik kini sudah dianggap sebagai alternatif yang aman untuk menggantikan rokok konvensional. Seperti ditulis media online The Guardian, rokok elektronik merupakan produk yang dianggap fantastis karena paru-paru tidak perlu “dicemari” oleh tar, namun tetap dapat memuaskan ke-inginan perokok terhadap nikotin. Tak heran jika penggunanya semakin meningkat. Di Inggris saja, pada 2013 sudah 700 ribu orang jadi pengisap setia dan angkanya naik jadi satu juta orang pada akhir tahun.
Bisa jadi lantaran dianggap aman, berdasarkan laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, pengguna rokok elektronik pada remaja di AS meningkat dua kali lipat dari tahun 2011 dan 2012. Nah lo! Apa memang rokok ini benar-benar 100 persen aman?
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai bahaya di balik rokok elektronik, silakan baca Majalah Intisari edisi November 2014.