Intisari-Online.com - Liu Hongbo dipaksa tinggal di kandang babi oleh orangtuanya. Tidak jelas sejak kapan bocah tujuh tahun itu mulai tinggal di tempat yang tidak semestinya itu, tapi yang jelas, Liu didapati tidak bisa berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya. Serupa Tarzan?
Ketika sekelompok pekerja sosial datang ke rumah yang terletak di kota Fangyu, Provinci Henan, China itu, mereka menemukan Liu berada di salah satu kandang babi, tertutup kotoran dan kotoran. Tak hanya itu, ada luka dan memar di sekujur tubuhnya.
Ada anggapan bahwa orangtuanya Liu mengabaikannya juga tiga saudaranya yang lain. Dua dari mereka sudah meninggal sementara yang paling bontot dilaporkan dibawa pergi oleh salah seorang bibi sesaat setelah mereka lahir. Kasus ini diketahui setelah ada seseorang yang mengunggah beberapa foto yang menunjukkan gambar anak malang itu tengah menunggangi seekor babi sementara di depannya ayahnya naik kendaraan roda tiga yang khusus untuk bertani.
Setelah diidentifikasi dan dilacak oleh media lokal, diketahui bahwa bocah itu bernama Liu Hongbo. Ia kerap terdengar menangis setelah dipukuli oleh ibunya sendiri.
“Ketika ada orang sekitar yang menyuruhnya berhenti, ia (ibunya) hanya tersenyum seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Ibunya selalu memukulnya dan melemparnya di sekitar rumah,” ujar salah seorang tinggal di dekat kandang babi tempat Liu dipaksa tinggal.
Beberapa kali orang menemuinya tengah tertidur di atas tumpukan pakaian di kandang babi yang kosong. Ia juga biasa terlihat “mengendus seperti babi”. Meski demikian, pekerja sosial yang datang ke tempat itu belum bisa membawanya pergi karena harus ada izin dari pejabat kota untuk campur tangan.
Seperti disebut di awal, Liu tidak bisa berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya. Meski demikian, beberapa ahli percaya bahwa jika dilatih, Liu masih bisa tertolong. ICrossChina melaporkan bahwa Liu sudah dikirim ke bibinya dan dirawat di rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. (Mirror.co.uk)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR