Advertorial
Intisari-Online.com -Pertemuan berupa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara pemimpin Korut, Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump yang rencananya akan digelar pada 12 Juni 2018 di Singapura terancam batal mengingat Kim Jong Un mulai dilanda kekecewaan.
Kim Jong Un yang semula menunjukkan sikap kooperatif baik dengan Korsel maupun AS terkait penghentian program nuklir Korut dan penyelesaian Perang Korea mulai berubah sikap ketika AS dan Korsel masih saja melajutkan latihan perang.
Apalagi AS ternyata meminta syarat yang menurut Korut ‘berlebihan’ karena Presiden Trump tidak hanya menginginkan penghentian program nuklir Korut tapi penghancuran nuklir sehingga Korut tidak memiliki nuklir lagi.
Atas sikap Korsel dan AS yang telah membuat Kim Jong Un kecewa, Korut pun mengancam akan membatalkan KTT di Singapura.
Untuk mengantisipasi kemungkinan batalnya KTT antara Kim Jong Un dan Donald Trump, Presiden Korsel Moon Jae In telah berkunjung ke AS (22/5/2018) demi memberikan dukungan moral kepada Presiden Trump serta meyakinkan bahwa Korut tetap akan berunding dengan AS di Singapura.
Tapi tampaknya Presiden Trump masih ragu dan kemungkinan KTT dengan Korut di Singapura, meski tidak dibatalkan akan dimundurkan jadwalnya.
Namun, di tengah keraguan akan berlangsungnya KTT antara Korut dan AS itu, Rusia yang selama ini tidak pernah berkomentar tentang pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un secara terang-terangan telah melakukan uji coba peluncuran rudal balistiknya dari kapal selam (23/5/2018).
Peluncuran rudal balistik R-30 Bulava yang bisa dimuati hulu ledak nuklir seberat 150 kiloton dan mampu menghantam target sejauh 10.000 km dari kapal selam kelas Borei II, sangat kontroversial karena berjumlah 4 rudal sekaligus.
Sebanyak 4 rudal yang diluncurkan jelas menunjukkan bahwa Rusia sedang melakukan simulasi serangan nuklir ke beberapa tempat sekaligus.
Uji coba peluncuran rudal balistik dari kapal selam yang dilakukan oleh Rusia ini jelas ‘merupakan pertanda buruk’, apalagi dilakukan pertama kalinya sejak Perang Dingin berakhir pada tahun 1990-an.
Melalui peluncuran rudal balistiknya, Rusia tampaknya juga tidak begitu menggubris upaya-upaya AS yang sedang getol melucuti kepemilikan rudal balistik dan nuklir Korut serta Iran.
Sebenarnya tidak hanya Rusia yang suka membuat gertakan dengan cara meluncurkan rudal balistik karena China, Pakistan dan India juga kerap menguji coba rudal-rudal balistiknya sepanjang tahun 2016, 2017, dan 2018.
Baca juga:Kim Jong Un di Mata Warga Korsel: Terkenal Diktator Tapi Terlihat Lembut
Uji coba peluncuran rudal balistik yang dilaksanakan Rusia dan China jelas untuk menggertak AS.
Maka menjadi ironis, jika AS ‘merasa menang’ hanya karena berhasil menundukkan Korut dalam soal kepemilikan nuklir dan rudal balistik.
Pasalnya ancaman serangan rudal balistik dan nuklir AS sesungguhnya justru berasal dari Rusia serta China.
Dengan kondisi AS yang sebenarnya tidak berdaya menghadapi Rusia dan China terkait uji rudal balistiknya, maka Korut pun merasa di atas angin.
Dalam perkembangan terkini malah Presiden Trump yang berusaha keras untuk mencegah KTT AS-Korut jangan sampai gagal. Sedangkan Kim Jong Un bersikap ‘santai-santai saja’.
Apalagi secara politik Rusia dan China cenderung membela Korut ketika harus berseteru melawan AS.
Seperti yang disampaikan Presiden China, Xi Jinping saat dikunjungi Kim Jong Un di Beijing (9/5/2018).