Advertorial
Intisari-Online.com - Lagi-lagi kecelakaan lalu lintas yang menelan banyak korban jiwa terjadi.
Satu unit truk tronton pengangkut gula menabrak beberapa rumah, motor, dan mobil di jalan Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Minggu (20/5/2018).
Setidaknya 11 orang meninggal dunia akibat kecelakaan ini dan 10 orang menjadi korban luka.
Kecelakaan tersebut diakibatkan kesalahan teknis dimana rem truk tidak berfungsi alias blong.
BACA JUGA:10 Foto Masa Lalu yang Aneh Sekaligus Mengagumkam, Salah Satunya Transplantasi Kulit Wajah Pertama
Supir truk sendiri selamat namun terluka parah.
Terlepas dari musibah tersebut, kehidupan jalanan para supir truk memang tidak bisa dikatakan enak-enak saja.
Masalah teknis seperti rem blong, ban pecah, truk mogok, mungkin menjadi kendala yang sering mereka temui.
Namun, rintangan seperti itu hingga risiko kecelakaan adalah hal berat yang harus mereka hadapi demi mengantarkan barang sampai ke tujuan.
Seperti kisah seorang supir truk bernama Rahmat yang tinggal di daerah Ciracas, Jakarta Timur.
Dalam sebuah video yang diunggah di YouTube oleh Ridwan Hanif Rahmadi berjudul "Ketika Supir Truck Curhat", Rahmat menceritakan pengalamannya menjadi supir truk.
Awalnya Rahmat diperlihatkan oleh Hanif sebuah video tentang kehidupan supir truk.
Setiap hari supir truk harus menghadapi kemacetan jalan, menahan emosi, makan seadanya, istirahat selagi sempat, dan yang paling berat adalah meninggalkan keluarga di rumah.
Rahmat pun membenarkan hal-hal tersebut.
BACA JUGA:Kecelakaan Maut di Bumiayu, Rupanya Flyover yang Dilewati Truk Nahas Ini Kerap Minta 'Tumbal'
Rahmat mengatakan supir-supir truk yang mengantarkan barang ke luar kota bahkan bisa sampai berbulan-bulan meninggalkan rumah.
Rahmat sendiri pernah mengalami musibah saat mengantar barang dari Jakarta menuju Solo.
Perjalanan jauh tersebut diwarnai insiden tabrakan dengan pengendara lainnya karena Rahmat yang kelelahan.
Truk milik Rahmat mengalami kerusakan, sedangkan mobil milik orang yang dia tabrak juga mengalami kerusakan.
Rahmat diminta untuk mengganti rugi kerusakan sebesar Rp500 ribu.
Nahas, dia hanya memiliki uang sebesar Rp200 ribu. Negosiasi dilakukan, akhirnya Rahmat hanya diminta membayar ganti rugi sebesar Rp200 ribu.
Beruntung, Rahmat masih menyimpan uang Rp100 ribu untuk bekalnya kembali ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, pertanggungjawaban pun diminta oleh perusahaan.
Rahmat masih diminta lagi untuk mengganti rugi kerusakaan truk perusahaan sebesar Rp6 juta.
BACA JUGA:6 Kebohongan Besar dalam Sejarah, Ternyata Selama Ini Kita Salah Sangka
Tidak sanggup mebayar, akhirnya Rahmat pun hanya dituntut ganti rugi Rp1,5 juta oleh perusahaan.
Gajinya pun harus dipotong tiap bulannya untuk membayar ganti rugi tersebut.
Ketika ditanya apa suka dukanya menjadi supir truk, Rahmat menjawab banyak duka dibanding sukanya.
Bahkan Rahmat mengatakan, ketika di jalan ditilang polisi karena pajak kendaraan yang mati atau sim yang mati, sebisa mungkin agar bos tidak tahu.
Cerita Rahmat tersebut hanya salah satu di antara banyaknya supir truk yang sering kita lihat di jalanan.
Padahal tanpa kita sadari, jasa mereka begitu besar bagi kehidupan kita.
Bagaimana jika tidak ada supir truk pembawa muatan pasir dan batu ke kota kita? Tentu, pembangunan akan terhambat.
Bagaimana jika tidak ada supir truk pembawa bahan pangan untuk kita masak? Tentu, hidangan enak tidak ada di meja makan kita.
Bahkan, bagaimana jika tidak ada supir truk pembawa bantuan kemanusiaan ke area bencana alam? Tentu, tidak akan ada bantuan yang kita butuhkan datang.
Jadi, berterima kasihlah pada mereka, para supir-supir truk.
BACA JUGA:Oknum Pilot Garuda Sebut Bom Surabaya Rekayasa, Inilah Alasan Pilot Dilarang Berjenggot dan Berkumis