Masih Saja Sibuk Kerja Sampai Tidak Sempat Berlibur? Simak Kisah Tukang Sayur Ini

K. Tatik Wardayati

Editor

Tukang Sayur Pun Perlu Liburan
Tukang Sayur Pun Perlu Liburan

Intisari-Online.com -Mbak Endang, penjual sayur di kompleks tempat saya tinggal.Tiap pagi sebelum subuh ia sudah datang dan menggelar dagangannya di pinggir lapangan di tengah kompleks. Sebelum melayani pelanggannya, ia menyempatkan diri untuk sholat subuh.

Bahan makanan apa saja dia jual. Dari ikan segar sampai ikan asin, dari buncis sampai brokoli, bahkan makanan beku pun tersedia, misalnya sosis, bakso atau rolade daging. Juga menerima titipan dagangan ibu-ibu yang biasanya setiap pagi membuat gorengan. Tidak masalah juga bila hari ini ternyata uang yang saya bawa kurang untuk membayar belanjaan, "Benjang mawon Bu, kan benjang belanja malih, alahh Ibu koyo boten ngertos mawon kulo..." (besok saja Bu, 'kan Ibu besok pasti belanja lagi, saya seperti tidak kenal Ibu saja).

Begitu setiap kali saya punya kekurangan membayar, yah walaupun cuma seribu rupiah. Tapi setelah saya amati ternyata banyak juga para pelanggannya yang membayar pada akhir bulan, dan Mbak Endang asyik-asyik aja mengiyakan. Tukang sayur ini juga menerima pesanan belanjaan untuk dibawa esok paginya, tapi bila dititipi uang dulu ia tidak mau menerima. "Mboten sah mawon Bu, benjang mawon ...." (Tidak usah Bu, besok saja).

Sudah 8 tahun ia berjualan di situ. Setelah sekitar pukul 09.00 ia akan membereskan dagangannya, membersihkan tempat ia mangkal, lalu memindahkan dagangannya ke gerobak dan berkeliling untuk menjual sisa dagangannya. Bila masih ada sisa dagangan yang masih mungkin disimpan di freezer, ia akan menitipkan dagangannya pada seorang ibu di kompleks. Tapi dia jarang sekali menjual barang kemarin kepada langganan yang ia kenal betul.

Kedua anak perempuannya tinggal dan bersekolah di kampung bersama bapaknya. Kakak dan adik Mbak Endang juga berjualan sayur di tempat yang tidak jauh dari kompleks. Bila suatu kali Mbak Endang mengatakan, "Bu, benjang kulo boten sadean nggih, bade wangsul, anak-anak kangen." (Bu, besok saya tidak jualan, mau pulang, anak-anak kangen). Sekitar 2 minggu katanya, bila ditanya berapa hari di kampung.

Namun, pernah dua minggu berlalu, hampir satu bulan, tapi Mbak Endang belum datang juga. Ibu-ibu penghuni kompleks sudah mulai khawatir jangan-jangan ada apa-apa dengan Mbak Endang. Ketika keesokan paginya Mbak Endang kembali berjualan, sebelum matahari terbit, ibu-ibu sudah ramai berbelanja dan menanyakan kabar penjual sayur itu.

"Biasalah Bu, yang kecil rewel, katanya Mamak gak boleh ke Jakarta, di sini aja ngumpul. Tapi 'kan kalau kelamaan di kampung nanti gak punya uang ya Bu ...." Lalu, kenapa pulang kampungnya lama sekali kalau tidak punya uang? "Ya gak papa to Bu, sambil liburanlah .... Masak jualan terus, masak kerja terus .... Rejeki 'kan sudah ada yang mengatur."

Degh! Perkataan itu menyadarkanku. Yah, tubuh perlu istirahat dari rutinitas pekerjaan. Soal rejeki sudah ada yang mengatur. Kadang saya melihat "orang kecil" semacam Mbak Endang lebih semeleh. Tidak ngoyo tapi tidak juga bermalas-malasan.

Jadi, kapan terakhir Anda libur bersama anak-anak?