Intisari-Online.com – Mundurnya Lebaran dari tanggal yang sudah tercantum di kalender rupanya merepotkan. Mungkin sebagian ibu-ibu pun akan beranggapan demikian. Kebanyakan ibu sudah memasak hidangan lebaran hari Senin, akhirnya tidak sedikit yang kecewa karena Lebaran baru hari Rabu, itu artinya makanan yang disajikan pada saat Lebaran makanan yang sudah dihangatkan lagi.
Namun tidak begitu dengan sebuah keluarga yang saya kunjungi pada hari kedua Lebaran (Kamis). Seperti ibu kebanyakan lain, keluarga ini sudah menyiapkan hidangan khas Lebaran pada Senin malam: ketupat dengan sayur bersantan, seperti opor ayam, rendang, dan sayur godog. Ketika diumumkan Pemerintah bahwa Lebaran jatuh pada hari Rabu, ia kebingungan.
“Rasanya tidak mungkin menghidangkan semua makanan itu pada hari Rabu, karena harus dihangatkan lagi, 'kan…,” kata si ibu.
Lalu, apa yang dilakukannya? Ia menelepon seluruh saudara-saudaranya dan saudara suaminya, bahwa mereka harus datang besok pagi untuk menghabiskan seluruh hidangan Lebaran itu.
“Lo, memangnya ikut Lebarannya kapan?”
“Ya, saya ikut Lebaran hari Rabunya.”
“Lalu, bagaimana menjamu tamunya pada hari Lebaran?”
“Tidak masalah, untuk hidangan di hari Rabu, saya menyediakan menu bakso lengkap. Jadi, saya masak kuah baksonya ditunda sehari. Kebetulan memang belum dimasak.”
Seperti biasanya di keluarga tersebut ketika Lebaran tiba selalu menyediakan dua macam sajian. Sajian ketupat lengkap dan bakso kuah lengkap dengan mi dan sambalnya. Jadi, ya memang tidak ada masalah. Bahkan saudara-saudara yang sudah datang pada hari Selasa diminta untuk datang lagi esok hari untuk bersalaman dan makan sajian baksonya.
Lain halnya di masjid sebelah rumah. Diumumkan dari pengeras suara bahwa para jemaah untuk tetap hadir ke masjid setelah berbuka puasa, sambil menunggu pengumuman pemerintah. Apakah malam itu akan diadakan takbiran atau harus shalat tarawih lagi. Namun rupanya pengumuman dari pemerintah hingga agak larut, bahkan melebihi jam biasanya shalat tarawih. Beberapa jemaah sudah banyak yang meninggalkan masjid, entah karena kecewa atau mungkin sudah capai menunggu pengumuman.
Di keluarga besar saya, meskipun tidak merayakan Lebaran, sudah tradisi bahwa setiap kali Lebaran ya harus menyajikan hidangan ketupat dan “teman-temannya”. Dari membuat bungkus ketupatnya, mengisinya dengan beras, menyiapkan masakan opor ayam dan sambal gorengnya, kemudian membuat cake serta puding kami kerjakan sendiri. Selasa pagi hidangan tersebut sudah tersaji di meja makan, ya sudah langsung disantap saja, tanpa harus menunggu hari Lebaran versi Pemerintah.