Balasan Sebuah Keikhlasan

Agus Surono

Editor

Balasan Sebuah Keikhlasan
Balasan Sebuah Keikhlasan

Intisari-Online.com - Ikhlas bukan berarti menyerah. Lebih tepatnya berserah kepada yang Maha Kuasa. Ketika keikhlasan sudah kita lakukan, maka semua tinggal menunggu kebaikan Tuhan. Cerita yang disadur dari sebuah milis forum bisnis ini semoga bisa menjadi cermin.

Cuaca hari itu sangat panas ketika Mbah Sarno mengayuh sepeda tuanya menyisir jalan sebuah perumahan di kawasan Condong Catur Yogyakarta. Meski sudah renta, demi menyambung hidup, Mbah Sarno masih membanting tulang sebagai tukang sol sepatu keliling. Bisa ditebak bagaimana kehidupan Mbah Sarno yang bersahaja itu. Pendapatannya hanya cukup untuk makan hari itu. Bahkan kurang jika seharian tidak ada yang memakai jasanya.

Saat melintas di depan sebuah rumah mewah, Mbah Sarno dipanggil. Pelanggan pertamanya di siang itu. Seorang pemuda berusia sekitar 20-an tahun, terburu-buru membawa sepatu yang minta ditambal.

Saat Mbah Sarno menambal sepatu yang bolong, si pemuda itu seperti gelisah. Ia sering melihat jam tangannya sembari mengawasi Mbah Sarno yang bekerja. Karena sudah bekerja secara bertahun-tahun, maka dengan cepat Mbah Sarno pun merampungkan pekerjaannya.

"Berapa Pak," tanya si pemuda begitu Mbah Sarno menyorongkan sepatu yang sudah ditambal.

“Lima ribu rupiah mas”

Pemuda tadi lalu mengeluarkan uang seratus ribuan dari dompetnya. Mbah Sarno jelas kaget karena baru memperoleh orderan pertama dan uang segitu terlalu banyak baginya.

"Wah, Mas, enggak ada kembaliannya nih. Ada uang pas?"

"Enggak ada Pak. Ini uang saya tinggal selembar," kata pemuda tadi sambil celingukan mencari warung untuk menukar uangnya.

Melihat kegelisahan pemuda tadi, Mbah Sarno langsung berkata, "Sudah enggak usah repot-repot Mas. Bawa dulu saja. Lain kali saya lewat sini lagi."

"Wah, terima kasih ya Pak." Pemuda tadi bergegas masuk ke rumah sambil menenteng sepatu yang sudah ditambal.

Mbah Sarno melanjutkan kayuhannya. Sore hampir tergelincir, dan Mbah Sarno belum memperoleh pelanggan lagi. Ia lalu berkata dalam hati, "Ikhlas. Insyaallah akan memperoleh ganti." Hanya itu yang bisa dilakukan sambil terus mengayuh pedal sepedanya.

Ketika saatnya salat Asar, Mbah Sarno pun mampir ke sebuah masjid di depan lapangan bola sebuah sekolah. Selesai salat ia berdoa. "Ya Allah, izinkan aku mencicipi secuil rezeki-Mu hari ini. Hari ini aku akan terus berusaha, selebihnya adalah kehendak-Mu.”

Selesai salat ia pun bangkit untuk melanjutkan pekerjaannya. Saat akan menuju ke sepedanya, ia kaget karena pemua yang tadi siang menjadi pelanggannya sudah menunggu di samping sepedanya.

"Wah, kebetulan ketemu di sini Pak. Ini bayaran yang tadi siang," kata si pemuda itu sambil mengeluarkan uang seratus ribuan. Tidak selembar tapi lima lembar.

"Lo, Mas. Saya belum punya kembalian. Lagian ini juga lima lembar. Apa enggak salah?" Mbah Sarno sedikit gugup.

"Enggak salah Pak. Ambil saja semuanya. Kembaliannya sudah saya terima tadi. Hari ini saya tes wawancara. Makanya saya tadi terburu-buru. Untung ada Bapak yang bisa menambal sepatu dengan cepat. Telat lima menit saja bisa jadi saya gagal tes. Beruntung Bapak membiarkan saya pergi dahulu. Insyaallah, minggu depan saya berangkat ke Prancis Pak. Mohon doanya."

"Tapi ini terlalu banyak Mas."

"Saya bayar jasa Bapak lima ratus rupiah. Sisanya untuk membayar kesuksesan saya dan keihklasan Bapak hari ini.“