Intisari-Online.com - Seorang anak lelaki disuruh ayahnya pergi ke kota untuk membeli tepung roti. Anak lelaki itu segera berangkat berjalan kaki. Jarak antara desa tempat tinggalnya dan kota cukup jauh juga. Di perjalanan ia harus melewati sebuah jembatan kecil yang hanya nyaman dilewati satu orang.
Saat tiba di ujung jembatan, di seberang dia melihat seorang anak lelaki lain yang berjalan ke arahnya. Mereka berdua sama-sama berjalan di jalur yang sama. Hingga tepat di tengah-tengah jembatan itu mereka saling berhadap-hadapan. Keduanya berhenti dan berpandangan.
Anak lelaki itu berpikir, "Wah, kurang ajar sekali anak ini. Dia tidak mau mengalah dan memberikan jalan padaku." Di saat yang sama, anak lelaki lain itu berpikiran hal yang sama, "Seharusnya dia yang mengalah dan memberikan jalan padaku."
Lama keduanya saling berdiri di tengah jembatan tanpa ada satu pun yang mau mengalah dan memberikan jalan. Keduanya sama-sama berpikir bahwa, "Aku harus berteguh hati dan kuat pendirian." Keduanya saling berpandangan tanpa ada satu pun yang berbicara atau bergerak.
Siang pun tiba. Di rumah, ayah dari anak lelaki yang hendak pergi ke kota itu mulai cemas memikirkan mengapa anaknya belum juga kembali. Sang ayah lalu bergegas menyusul anaknya ke kota. Hingga akhirnya ia sampai di jembatan dan melihat ke dua anak lelaki itu saling berdiam dan berhadap-hadapan. Sang ayah berteriak pada anak lelakinya, "Wahai anakku, mengapa engkau berdiri di situ?"
Anak lelakinya menjawab, "Anak lelaki ini menghalangi jalanku. Ia sama sekali tidak mau mengalah. Bagaimana aku bisa berjalan jika ia menutup jalanku?"
Sang ayah mulai kesal. Ia lalu berkata pada anaknya, "Sudahlah anakku, sebaiknya kau minggir dan segera pergi ke kota untuk membeli tepung. Biar ayahmu ini yang berdiri di sini menggantikanmu dan tidak memberikan jalan pada anak lelaki yang tidak tahu diri ini!"
Sementara anaknya pergi sang bapak yang tadinya berdiri memberikan jalan kepada anak lelaki lain tersebut.
Teguh hati memang boleh. Sesekali mengalah demi tercapainya tujuan bukanlah hal yang tercela. Tetapi bukan berarti lalu kita harus menjadi tembok bagi tercapainya tujuan orang lain bukan?
Jadi, apalah artinya berkeras hati jika akhirnya akan memupuskan tujuan utama kita? Jadilah bijak dan rendah hati untuk kebaikan kita. (BMSPS)