Ironi dari Nyalindung

Rusman Nurjaman

Penulis

Ironi dari Nyalindung
Ironi dari Nyalindung

Intisari-Online.com - Nyalindung. Demikianlah nama kampung yang berada di balik bebukitan di pedalaman Jawa Barat itu. Karena lokasi dan kondisinya itu, kampung ini terbilang unik. Saking uniknya, kampung Nyalindung boleh jadi mewakili salah satu dari sekian banyak ironi wajah pembangunan di negeri ini. Terlebih karena letak kampung Nyalindung hanya berjarak 20 Km saja dari Cikeas, tempat kepala negara saat ini bermukim.

Secara administratif, Nyalindung masih berada di wilayah Kabupaten Bogor. Tepatnya masuk Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, sebuah letak geografis yang tak jauh dari ibu kota. Namun begitu, hingga saat ini akses jalan menuju kampung ini masih belum layak. Instalasi listrik pun baru masuk satu tahun yang lalu. Akses layanan kesehatan juga tidak mudah karena wilayahnya terisolir. Sementara anak-anak di kampung ini harus menempuh jarak 3 km berjalan kaki untuk bersekolah.

Sekitar 90 KK warga yang tinggal di Kampung Nyalindung ini jarang tersentuh tenaga medis. Buktinya, seringkali pertolongan kelahiran dibantu tenaga non-medis atau dukun. Padahal, seiring banyaknya warga yang menikah di usia muda, tingkat kelahiran di kampung ini tergolong tinggi.

Momok gizi buruk pun membayangi warga setempat, terutama kalangan anak-anak dan balita. Hal ini masih ditambah dengan problem sanitasi yang buruk juga.

Di sinilah kebutuhan untuk melakukan edukasi gizi buat warga setempat mendesak dilakukan. Dr. Ninuk Purnaningsih, ahli penyuluhan dan pembangunan dari Fakultas Ekologi Manusia IPB, menegaskan hal tersebut. Menurut dia, problem gizi buruk yang dialami warga di Kampung Nyalindung disebabkan karena kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, ketidaktahuan, dan perilaku keseharian mereka. “Tapi kita tidak boleh menghakimi kebiasaan mereka. Justru kita harus mendorong mereka supaya melek gizi,” kata Ninuk.

Meski bahan pangan lokal melimpah ruah di sekeliling kampung, penduduk di kampung ini rentan terhadap gizi buruk. Karena absennya tenaga medis di kampung ini, warga memang memang nyaris tak pernah mendapat penyuluhan kesehatan, terutama soal gizi.

Karena itulah Sarihusada beserta tim ahli dari IPB dengan menggandeng Komunitas Trooper Nusantara menggelar kegiatan “Ayo Melek Gizi” Komunitas di Kampung Nyalindung. Kegiatan yang diadakan untuk menyambut Hari Gizi Nasional, 25 Januari 2013, ini difokuskan pada edukasi gizi. Tujuannya, agar warga melek gizi dengan memanfaatkan sumber pangan lokal.

Berdasarkan pantauan Tim dari IPB, tujuan tersebut memang sesuai dengan kondisi dan potensi lokal Kampung Nyalindung yang berlatar budaya agraris-pedesaan. Contoh beberapa pangan lokal yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber gizi itu antara lain: bayam, kangkung, pisang, kacan-kacangan, umbi-umbian, dan lain-lain.

Setidaknya, itulah upaya yang bisa dilakukan warga untuk mencegah terjadinya gizi buruk. Selebihnya, akses mereka terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan harus lebih ditingkatkan lagi oleh pihak berwenang. Sebab, ironi yang saat ini terjadi tentu saja tidak cukup diatasi dengan upaya-upaya yang sifatnya karitatif belaka.