Simpan Permata, Buang Batu Buruk

Agus Surono

Editor

Simpan Permata, Buang Batu Buruk
Simpan Permata, Buang Batu Buruk

Intisari-Online.com - Saat aku mulai mengenal kampung tempatku tinggal, kakek Otto sudah begitu populer. Dia tinggal sebatang kara saja, namun tidak pernah terlihat menganggur ataupun kesepian. Di pagi hari, aku biasa melihat kakek Otto pergi ke pasar sementara aku pergi ke sekolah. Sore harinya, kakek terlihat di beranda rumah sedang mengerjakan sesuatu, seringkali ditemani beberapa pemuda atau para tua-tua kampung sambil bercengkrama entah tentang apa.

Kabarnya kakek Otto punya seorang anak laki-laki. Beliau sendiri terkadang menyisipkan cerita tentang anaknya saat berbincang. Anak yang sangat baik, suka membantu kakek Otto mengerjakan banyak hal sejak usianya sangat belia. Dari mengurus rumah hingga menjalankan bengkel kecil Otto, si anak selalu terlibat. Bahkan saat sudah bisa bekerja sendiri, kakek Otto mengaku beberapa barang berharga miliknya adalah pemberian dari anaknya. Kerap kali orang-orang menanyakan di mana sekarang anak itu, dan mengapa tidak pernah berkunjung. Kakek Otto hanya menjawab dia tidak ingin merepotkan anaknya, karena itu dia menghindari kontak dengannya. Melihat keceriaan kakek, tidak ada orang yang memikirkan hal ini lebih jauh.

Suatu hari, seorang pria yang datang ke rumah kakek Otto menarik perhatian para tetangga. Bukan saja karena kakek Otto selama ini tidak pernah kedatangan tamu dari luar kampung, tapi juga penampilan tamu itu sangat acak-acakan. Kakek Otto hanya tersenyum ramah pada orang-orang yang memandang tamunya dengan rasa ingin tahu.

Belakangan semua orang tahu itu adalah anak kakek Otto yang selalu dibangga-banggakan. Namun para tetangga termasuk ayah dan ibuku mulai keheranan ketika beberapa kali mendengar keributan dari rumah kakek Otto. Apalagi si anak juga tidak pernah keluar rumah untuk berbaur dengan warga kampung. Warga kerap kali mendapati si anak berkata dengan kasar pada kakek Otto dan bermuka masam. Untung saja suasana tidak enak itu hanya berlangsung sekitar satu bulan. Anak kakek Otto kembali menghilang.

Warga pun tidak bisa menahan keingintahuannya. Mereka memberondong kakek Otto dengan banyak pertanyaan tentang anaknya. Namun warga harus kecewa karena jawaban kakek Otto tetap saja positif dan membanggakan anaknya. Ketika ditanya mengapa anaknya tiba-tiba pulang, kakek Otto berkata bahwa dia merindukan ayahnya; mengapa perlakuannya sangat buruk, kakek Otto menyangkal, dia bilang anaknya hanya lelah dan selama satu bulan ini dia telah memperlakukan kakek Otto dengan sangat baik. Seorang warga yang tidak tahan lagi akhirnya berkata dengan jujur bahwa anak kakek Otto terlihat tidak menyenangkan dan heran sekali kakek Otto masih bisa mengatakan sesuatu yang positif tentang anak itu.

Akhirnya kakek Otto pun membocorkan sedikit rahasianya. "Anakku dulu adalah seorang yang baik, hingga dia tahu bahwa aku bukan ayah kandungnya, dan dia sebenarnya anak dari saudagar kaya. Menghadapi kerasnya hidup, dia mulai bertanya-tanya mengapa dirinya tidak pernah dibiarkan untuk tahu dan sedikit mengharap keberuntungan dari ayah kandungnya itu.

"Namun aku memilih untuk mengingat hal-hal baik dan manis yang pernah ada. Itu membuat hidupku terasa lengkap. Tidak ada gunanya mengingat segala keburukan karena jika tidak ada yang bisa dilakukan lagi, kepahitan itu hanya akan menggerogoti hatimu." (BMSPS)