Cerita Pedih Sebuah Guci

Agus Surono

Editor

Cerita Pedih Sebuah Guci
Cerita Pedih Sebuah Guci

Intisari-Online.com - Sepasang pasangan muda sedang mencari guci antik yang akan dipasang di rumah mereka. Setelah berkeliling ke sana ke mari, akhirnya mereka menemukan guci yang sesuai dengan keinginan. Namun harganya terasa mahal bagi mereka.

Saat merenung untuk memutuskan mau membeli atau tidak, tiba-tiba saja guci itu berkata.

"Saya dulu hanya seonggok tanah liat kotor dan tak berguna."

Pasangan itu terkejut. Karena mereka bengong, sang guci kembali bercerita, "Waktu itu aku hanya onggokan tanah liat tak berguna yang dipukul-pukulkan pada papan kayu agar kerikil dan kotoran dalam tubuhku bisa keluar. Kalian tahu, rasanya sakit sekali."

"Setelah itu, pria yang mengambilku menaruh aku di atas meja yang bisa berputar-putar. Aku pusing karenanya. Aku menangis karena tidak tahan. Akan tetapi pria itu seolah-olah tak mendengar tangisanku dan hanya tersenyum. Tahukah kalian, sesudah itu aku masih disiksa dengan dibakar di atas bara api yang sangat panas.

"Aku berteriak-teriak. Tiba-tiba tubuhku yang tadinya lunak menjadi keras. Setelah dipanggang sangat lama, akhirnya aku dikeluarkan. Ternyata siksaan belum berakhir. Pria itu menyiram tubuhku dengan cairan-cairan cat. Rasanya perih sekali. Seperti luka yang disiram air panas. Aku memohon-mohon agar penderitaanku berakhir, tetapi pria itu mengatakan, 'Kau akan tahu manfaatnya kelak'."

"Setelah itu tubuhku kembali dibakar, dikeluarkan dari panggangan, dan disiram cat lain. Berhari-hari aku harus merasakan sakit, tetapi lama-lama sakit itu hilang. Pria yang membuatku selalu mengelapku dengan kain sutera. Beberapa hari setelahnya, pasukan kerajaan membeliku dengan harga yang sangat mahal.

"Aku kaget, mengapa mereka membayarku dengan uang sebanyak itu. Terlebih lagi, saat tiba di istana aku diletakkan di tempat yang sangat bagus. Pada saat itu barulah aku tahu bahwa bentukku telah berubah. Aku tidak lagi seonggok tanah liat lembek yang kotor dan tak berguna. Aku telah berubah menjadi guci yang cantik meski harus melalui berbagai tahap yang menyiksa. Aku menyukai bentukku yang sekarang, tetapi sayang sekali aku tidak pernah bertemu lagi dengan pria yang membentukku jadi begini."

Begitulah, kita kadang harus melewati "penyiksaan" dari sang Pencipta untuk dibentuk menjadi sebuah pribadi yang berguna. Rasa perih dan penderitaan bisa menjadi sebuah perjalanan hidup yang membuat masa depan kita lebih bersinar.