Intisari-Online.com - Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan cokelat keemasan. Kaki pincang serigala akibat ia berusaha menolong harimau dari kejaran pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah dibidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liaritu tak bisa berburu lagi bersama harimau. Ia tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham, tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapa pun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu terdengar oleh seorang pertapa. Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah ditantang, mereka semua mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Para murid tampak beriringan, dipandu sang pertapa. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala.
Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana?"
Seorang murid tampak angkat bicara, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepadaku lewat berbagai cara."
Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan."
Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika di sana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama.
Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat di sana; bahwa berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena didorong rasa kasihan dan ingin membalas budi. (BMSPS)