Intisari-Online.com – Sepasang suami-istri datang ke konselor perkawinan untuk meminta nasihat. Tidak lama mereka duduk, mereka mulai berbicara pada saat yang bersamaan dengan situasi panas. Ketika mereka akhirnya berhenti karena kehabisan napas, konselor menyarankan agar mereka sekarang saling menceritakan semua kebaikan yang mereka lihat satu sama lain.
Ada keheningan.
Kemudian masing-masing diberi pena dan selembar kertas dan diminta untuk menuliskan sesuatu yagn patut dipuji tentang yang lain. Tak satu pun dari mereka menulis. Mereka berdua duduk dan menatap kertas. Setelah cukup waktu lama mereka hening, suami mulai menulis sesuatu. Sang istri pun mulai menulis, cepat dan terlihat marah. Akhirnya, tulisan itu pun berhenti.
Ada keheningan lagi.
Sang istri menyerahkan kertasnya ke konselor untuk dilihat. Konselor menyerahkan kertasnya kembali kepada istri untuk memberikannya langsung kepada suaminya. Ia agak enggan. Akhirnya mereka saling bertukar kertas dari seberang meja. Masing-masing mulai membaca.
Konselor menyaksikan ini.
Segera air mata meluncur menuruni pipi istrinya. Ia meremas-remas kertas dalam kepalan tangannya dan memegang erat-erat. Surat itu menunjukkan betapa berharga dirinya, suaminya menuliskan hal-hal baik tentang dirinya. Suasana ruangan pun berubah. Tidak ada sesuatu yang bisa dikatakan.Pujian sudah menyembuhkan seribu luka. Suami dan istri itu pun meninggalkan ruangan dengan bergandengan tangan. (*)