Advertorial

Doa yang Menggoyang Langit dan Mengeringkan Samudra

Yoyok Prima Maulana

Editor

Doa yang Menggoyang Langit
Doa yang Menggoyang Langit

Intisari-online -Ketulusan doa memiliki kekuatan luar biasa, meski hanya dipanjatkan satu orang saja. Bahkan, doa itu bisa mengubah sesuatu yang tadinya nyaris mustahil.

Alkisah ada seorang kaya raya. Sosrobahu namanya. Perusahaannya berlusin-lusin. Uang di depositonya jika dibelikan rumah mungkin bisa membangun sebuah kota kecil. Pada suatu ketika dia sakit parah. Berbulan-bulan terlentang di rumah sakit. Tepat di malam Jumat, pukul 24.00, dia datangi malaikat penyabut nyawa. “Sudah waktunya napas putus darimu, wahai cucu Adam,” kata sang malaikat.

Bibir biru Sosrobahu makin pucat. Tergagap dia memohon, “Berikanlah aku kesempatan sebentar saja untuk melanjutkan hidupku, please!”

Malaikat diam. Matanya menatap tajam. “Baiklah kalau begitu,” tegas sang malaikat, “Tapi ada syaratnya.”

“Apa itu?” lonjak Sosrobahu kegirangan. “Naik umroh 10 kali dalam setahun, menyantuni 10 ribu anak yatim, atau apa pun pasti kulakukan,” teriaknya. Malaikat tersenyum. “Sederhana saja. Cukup ada 10 orang yang mendoakanmu, maka kamu akan terhindar dari kematian dan sembuh seperti sedia kala.”

“Wah, gampang sekali,” pikir Sosrobahu. Segera dia mengiyakan dan berjanji dalam 48 jam pasti akan lebih dari 1.000 orang yang mendoakannya. Maklum, karyawan di perusahaannya saja ada lebih dari 10 ribu orang. Dari 10% dari mereka saja sudah mencapai 1.000 orang.

Keesokan harinya Sosrobahu memerintahkan stafnya untuk mengadakan acara doa bersama. Dia menyembelih 100 ekor sapi, membagikan pakaian baru, dan memberi amplop masing-masing satu kali gaji kepada seluruh karyawannya agar mau mendoakan kesembuhannya.

Batas 48 jam pun berlalu. Dengan senyum penuh kemenangan Sosrobahu menanti sang malaikat. “Bagaimana, sudah beres bukan. Tidak hanya 10 orang, tapi beratus-ratus orang yang mendoakanku,” katanya kepada malaikat pencabut nyawa yang telah muncul di sisi ranjang.

“Sayang sekali, duhai cucu Adam. Dari yang kulihat, hanya ada empat orang yang mendoakanmu,” ucap sang malaikat.

“Tidak mungkin,” teriak Sosrobahu. Sebab dia telah mendapat laporan dari bawahannya bahwa hampir semua karyawannya telah memberikan doa untuknya.

“Benar, sebagian karyawanmu telah memberikan doanya. Tapi doa mereka tidak tulus. Mereka berdoa karena diperintah dan takut kepadamu. Bahkan banyak di antara mereka yang justru menertawakan kesakitanmu. Mereka menganggap itu adalah karma dari tingkah polahmu selama ini kepada bawahanmu,” terang malaikat.

“Oh,” keluh Sosrobahu. “Lantas, siapakah empat orang yang mendoakanku dengan tulus itu,” tanyanya.

“Pertama adalah istrimu yang telah kau selingkuhi lebih dari 25 kali itu. Meski telah kau sakiti, cintanya kepadamu tetap tulus. Kedua adalah anakmu. Ketiga adalah ibumu yang kau kirim ke panti jompo. Dan yang terakhir adalah pengemis yatim pinggir jalan yang pernah kau beri uang 10.000 rupiah,” cerita malaikat.

Sosrobahu terduduk lesu. Terbayang di matanya Ibunya yang telah menjanda, istrinya yang begitu setia, dan anak yang tak pernah dikasihinya. Dia menyesal telah menyia-nyiakan mereka. Juga sangat menyesal telah begitu menyayangi hartanya yang terbukti tak akan di bawanya menghadap Sang Pencipta. Tapi nasi telah menjadi bubur.

“Sekarang aku pasrah. Silakan engkau ambil nyawaku. Aku memang harus membayar semua perbuatan yang telah kulakukan,” sesenggukan Sosrobahu menangis.

Malaikat tersenyum. “Beruntunglah engkau, Sosrobahu. Tuhan tidak jadi mencabut nyawamu, bahkan dia memberikan kesembuhan kepada engkau.”

Mata Sosrobahu seperti mau meloncat dari tempatnya. “Why?” pekiknya.

“Tuhan itu MahaTegas. Tapi dia tidak buta. Setelah ditimbang-timbang, doa keempat orang itu ternyata lebih bernilai dari doa 1000 orang,” kata Malaikat.

“Harap kau tahu, dari keempat orang itu, doa ibumu-lah yang telah mengguncang langit. Meski dia kau telantarkan, tapi kasihnya kepadamu tak pernah putus. Tiap malam dia bermunajad untuk kesembuhanmu. Lantunan doanya telah membuat isi bumi bergolak dan tujuh lapis langit bergetar.”

“Sementara, doa pengemis yatim itu juga tak kalah dahsyat. Saat melihat kantormu mengadakan doa bersama untuk kesembuhanmu, dia berdoa dengan tulus. Dan, doa anak yatim itu sulit ditolak Tuhan.”

Sosrobahu tercenung. Rasa malu mengalir di tubuhnya. Pengemis cilik itu begitu tulus memberikan doanya. Padahal saat memberi sedekah 10 ribu rupiah, dia melakukannya hanya untuk pamer di depan kekasih gelapnya.

Air mata meleleh di pipinya. “Tuhan, ampuni aku.”

Artikel Terkait