Intisari-Online.com – Seorang guru memberikan murid-muridnya beberapa benih agar mereka bisa menanam, dan merawat, bunga matahari mereka sendiri.
Salah satu anak di kelas itu, yang sangat menyukai bunga matahari, begitu gembiranya ia menerima benih itu. Ia menanam benih itu dan tampak hati-hati dalam merawatnya.
Ketika pucuk pertama akhirnya muncul, anak itu dengan penuh ketidaksabaran, menemui gurunya, dan bertanya, “Apakah saya sudah boleh memetiknya, atau belum?”
Gurunya menjawab bahwa ia masih harus menunggu beberapa waktu sebelum ia mengumpulkan banyak biji dari satu bunga matahari. Anak itu kecewa, tapi ia terus menjaga bunga mataharinya.
Namun, anak itu semakin tidak sabar. Ia selalu mengganggu gurunya dengan keinginannya untuk memetik bunga matahari itu. Meskipun sang guru sudah memintanya untuk bersabar, segera ketika anak itu melihat biji bunga matahari pertama, ia memotong tanaman dengan maksud untuk memakannya. Tentu saja karena tanaman masih hijau, benih yang belum matang, ya tidak bisa dimakan.
Anak itu merasa hancur hatinya. Ia telah berupaya merawat bunga matahari, tetapi pada akhirnya ia telah menyia-nyiakan semua itu karena kekurangsabarannya. Ia semakin marah ketika melihat betapa bunga matahari teman-teman sekelasnya besar-besar.
Anak itu akhirnya memutuskan untuk lebih sabar di masa depan, dan lebih mendengarkan gurunya. Untungnya, teman-temannya cukup baik untuk berbagi biji bunga matahari lezat mereka dengannya.