Intisari-Online.com – Tahun itu, di sekolah setempat, ada seorang guru Matematika baru, serta beberapa murid baru. Salah satu anak baru adalah anak yang paling bodoh. Tidak ada bedanya seberapa cepat atau seberapa lambat mereka mencoba menjelaskan angka kepadanya, ia akan selalu berakhir mengatakan sesuatu yang sangat bodoh. Seperti dua ditambah dua adalah lima, tujuh kali tiga adalah dua puluh tujuh, atau segitiga memiliki tiga puluh sudut, dst.
Sebelum anak ini tiba, pelajaran Matematika memang telah menjadi pelajaran paling membosankan dari semuanya. Sekarang menjadi sangat menyenangkan. Didorong oleh guru baru, anak-anak akan mendengarkan potongan omong kosong dari anak baru, dan mereka harus memperbaiki kesalahannya.
Mereka semua ingin menjadi yang pertama untuk menemukan kesalahan-kesalahannya, dan kemudian memikirkan cara untuk menjelaskan yang benar. Untuk melakukan hal ini mereka menggunakan segala macam hal, permen, bermain kartu, jeruk, pesawat kertas, dll. Namun, itu semua tampaknya tidak mengganggu anak baru itu.
Namun, seorang anak laki-laki yakin bahwa itu pasti akan membuat anak baru merasa sedih. Jadi, suatu hari, ia memutuskan untuk mengikuti anak baru itu berjalan pulang setelah sekolah, anak laki-laki itu yakin bahwa ia akan melihat anak baru itu menangis. Saat meninggalkan sekolah, anak baru itu berjalan ke sebuah taman, di sana ia menunggu seseorang untuk menjemputnya.
Tak lama seseorang datang… Guru baru itu! Guru baru itu memeluk anak baru itu, dan pergilah mereka dengan bergandengan tangan. Dari kejauhan, anak laki-laki itu bisa mendengar mereka membicarakan Matematika. Jadi, anak baru yang bodoh itu tahu segala hal tentang Matematika, lebih dari siapa pun di kelas.
Jika kita mengadopsi strategi yang kreatif dan menyenangkan, kita dapat membuat pelajaran yang membosankan menjadi paling menyenangkan. (*)