Intisari-Online.com -Mengenai sebutan “piramida” untuk struktur bangunan yang terdapat di Gunung Padang, Ali Akbar S.S., M.Hum., arkeolog dari Universitas Indonesia yang ikut dalam tim pengungkap Gunung Padang, mempunyai pendapat sendiri. Menurutnya, sebutan piramida itu cuma istilah khas, yang mengacu ke Mesir. “Bentuk geometris piramida memang ada, tapi unsur-unsur seperti piramida di Mesir itu tidak ada,” kata arkeolog itu. Piramida Giza di Mesir itu dibangun di dataran, yang kemudian batu-batu disusun di atas dataran tersebut. Karena disusun secara sengaja, maka bisa dibangun ruangan di dalamnya.
“Kalau Gunung Padang ini bukit alami, kemudian ditumpuk batuan. Fungsinya adalah tempat pemujaan, maka biasanya enggak ditemukan adanya makam biasanya. Dan karena dia bukit alami dan ditaruh batuan, maka enggak ada ruangan,” Ali melanjutkan penjelasannya.
Ali memang sengaja menghindari penggunaan kata “piramida” untuk menyebut struktur yang baru saja ditemukan tersebut. “Karena memang bentuknya tidak menyerupai piramida. Dan juga bangunan ini konteksnya pemujaan, bukan pemakaman,” papar Ali. Seperti diketahui, Piramida di Mesir adalah tempat jasad Firaun disemayamkan.
Dia lebih memilih menyebutnya punden berundak, karena kebudayaan punden berundak-lah yang mencirikan Nusantara, bukan piramida. “Kebudayaan itu sesuatu yang khas, enggak perlu berkiblat dengan kebudayaan bangsa lain,” Ali menjelaskan. Mesopotamia itu bangunan kunonya berbentuk zigurrat, melingkar ke atas. Colloseum di Italia itu berbentuk elips. Mesir, berbentuk piramida. Tembok Besar Cina berbentuk panjang. “Kalau Indonesia, ya, punden berundak!” kata Ali. Dia mencontohkan punden sejenis yaitu Situs Lebak Sibedug di Banten. Seharusnya, Indonesia percaya diri dengan kebudayaan punden berundak seperti itu.
Kalau ditilik dari bentuk konstruksi utuh dan unsur-unsur pembentuknya, rekonstruksi situs Gunung Padang ini ada kemiripan dengan Machu Picchu di Peru, yang dibangun pada 1.450 tahun Sebelum Masehi. “Usia Gunung Padang yang lebih tua dan ukuran bangunan yang lebih besar, seharusnya bangsa Indonesia lebih percaya diri lagi,” kata Ali.
Ali melanjutkan ceritanya mengenai situs ini, “Yang pasti, dulu, kalau ngomongin punden itu kesannya bangunan sederhana. Nyari bukit, kemudian batu disusun. Tapi dengan adanya situs ini, dengan kanan kirinya ada konstruksi, yang bikin bukan masyarakat sembarangan, tapi masyarakat yang sudah rapi, kenal teknologi.”