Fenomena Santet (1): Antara Ada dan Tiada

Moh Habib Asyhad

Editor

Fenomena Santet (1): Antara Ada dan Tiada
Fenomena Santet (1): Antara Ada dan Tiada

Intisari-Online.com -Santet kerap menjadi kontroversi karena dianggap bertentangan dengan agama. Tapi jika dihadapkan pada fenomena sosial kemasyarakatan, akan berbeda ceritanya. Ia selalu ada, dicaci juga banyak dicari. Secara bernas, Intisari November 2009 pernah menguliti bagaimana fenomena santet ini berkembang di tengah masyarakat. Baik itu di Eropa, Afrika, India, juga Indonesia.

Eropa, negara yang mengklaim dirinya sebagai pusat modernitas, pernah dilanda fenomena santet atau ilmu sihir yang akut. Secara terang-terangan, Paus Innocent (Inosensius) VIII, menyatakan perang terhadap ilmu hitam. Beberapa abad kemudian, tercatat 300 ribu sampai 2 juta orang dieksekusi karena dianggap terlibat praktik sihir.

Pembantaian dukun santet secara membabi buta juga terjadi di Indonesia, tepatnya di Bayuwangi dan daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. Kepolisian Daerah Jawa Timur mencatat 169 nama korban usaha pembenuhunan, 95 di antaranya dari Bayuwangi. Catatan lain dari Departemen Pertahanan adalah 235 tewas, 32 cedera berat, dan 35 cedera ringan. Tak berhenti sampai di situ, Pengadilan Negeri Banyuwangi mengadili lebih dari 100 kasus dan memenjarakan sekira 300 dengan ganjaran 1-7 tahun.

Banyak cara dilakukan orang untuk mempraktikkan santet. Dari dari ulasan Intisari November 2009 dijelaskan, bagaimana seorang dukun di Blitar dengan tanpa basa-basi mengatakan bersedia mencederai atau membunuh orang. “Anda tunggu saja hasilnya, besok pagi. Target mungkin mengalami kecelakaan, lantas sakit parah dan terbaring dalam jangka waktu yang lama.”

Santet tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Di Kalimantan santet dikenal dengan nama "pulling", kadang juga disebut "tuju". Di Karo (Tapanuli) ada "beguganjang", hantu tinggi besar dan jahat yang dipelihara untuk dijadikan suruhan untuk mencederai orang lain. Di Sulawesi Tenggara dikenal makhluk jelmaan manusia (dukun) yang menjadi anjing (parakang) yang berkeliaran di malam hari.

Ada juga voodoo, jenis ilmu sihir yang mashur di Haiti. Jika di Indonesia media yang sering digunakan adalah paku, pecahan kaca, rambut, maka voodoo menggunakan boneka dan jarus sebagai medium santetnya. Bagi yang percaya tentu mengerikan, tapi bagi yang skeptis, ini akan menjadi obrolan yang menggelikan.