Pala Si Primadona dari Banda

Moh Habib Asyhad

Editor

Pala Si Primadona dari Banda
Pala Si Primadona dari Banda

Intisari-Online.com -Pada Mei 1621, 44 orang terpandang Banda dibantai atas pertintah Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen. Aksi pembantaian itu disebabkan oleh pembuhan terhadap salah satu laksamana Belanda bernama Verhoeven. Setelah ditelisik lebih dalam lagi, aksi saling bantai tersebut disebabkan oleh sebuah biji kecil bernama pala.

Lantaran fungsi ekonomisnya tersebut, tidak mengherankan jika petualang Eropa berbondong-bondong merebutkan biji atau buah pala. Hampir seluruh bagian buah pala (Myristica fragrans) dapat menghasilkan uang.Bagian daging buah bisa dijadikan manisan dan sirup. Fuli alias kulit pala untuk bumbu masak atau diekstrak sarinya menjadi bahan baku kosmetik dan parfum. Soal harga ternyata ia lebih mahal dari bijinya, 1 kg fuli bisa dihargai sebesar Rp120.000.

Biji pala adalah yang paling banyak dicari. Saat ia dihaluskan, ia bisa menjadi beragam bumbu yang melezatkan masakan, juga bisa digunakan sebagai parfum, kosmetik, minyak atsiri yang perkilonya seharga Rp1 juta. Biji pala juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet.

Dalam bukunya, Mutiara dari Timur (1996), Burhan Bungin menyebut rempah-rempah, termasuk pala, yang berasal dari pulau Maluku alias “Surga dari Timur”, merupakan primadona ekonomi di negara-negara Atlantik Utara. Pernyataan Burhan ditegaskan oleh Andreas Maryoto dalam Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan. Andreas mengatakan, rempah-rempah, termasuk pala, sebagai penentu sejarah dunia. Dia mencontohkan perkembangan ilmu geografi sangat terkait dengan upaya mencari jalur rempah-rempah.

Konon, rempah-rempah Maluku sudah dikenal sejak zaman Romawi. Pedagang Cina yang berlayar melewati Kepulauan Maluki dianggap yang pertama kali memperkenalkannya. Rempah-rempah juga dibawa oleh para pedagang India yang melintasi Asia Tengah, Asia Barat, hingga Lebanon.

Dari situ, rempah-rempat disebar pedangan Arab di seputaran Mediterania dan mulai terkenal di Eropa. Menurut literatur perjalanan yang dibuat oleh para petualang Eropa, segenggap biji pala saat itu setara dengan segenggam emas. (Kompas)