Intisari-Online.com – Salah satu dugaan kemungkinan yang terjadi pada pesawat Malaysia Airlinesyang hilang, adalah “ditching”, sebutan populer untuk pesawat yang mendarat darurat di lautan. Tentu saja, orang-orang yang selamat dari kejadian “ditching” ini akan diharuskan untuk bertahan hidup di lautan, entah menggunakan perahu keselamatan, atau hanya mengambang.
(Baca juga: Tips Selamat dari Kecelakaan Pesawat (1) )
Perahu keselamatan memang meningkatkan kemungkinan orang untuk selamat, karena orang akan terhindar dari dinginnya air, juga serangan hiu. Perahu ini juga memiliki kotak pertolongan pertama, yang bisa menolong penumpang. Masalahnya, tidak semua pesawat memiliki perahu tersebut.
Penumpang yang mengambang di lautan, tanpa pelampung akan mengalami kelelahan dalam beberapa jam, terlebih dalam air yang dingin. Hiu juga menjadi ancaman, walaupun serangan hiu tidak terlalu sering terdengar.
Hal yang menjadi perhatian adalah hipotermia, kondisi mematikan yang bisa terjadi pada air dengan suhu 16 derajat celsius. Permukaan air yang berada di Thailand – wilayah dimana Malaysia Airlines kemungkinan besar jatuh – kurang lebih memiliki suhu 27 derajat celsius, sehingga kemungkinan penumpang untuk bisa selamat dari hipotermia tinggi.
Mungkin butuh waktu untuk menemukan korban selamat Malaysia Airlines. 2009, setelah pesawat Air France jatuh di Samudra Atlantik, dibutuhkan lima hari untuk menemukan lokasi terjatuhnya pesawat, dan dua tahun untuk menemukan “kotak hitam”. Sayangnya, semua penumpang Air France tersebut dinyatakan tewas. (livescience.com)