Advertorial

Task Force 88, Pasukan Anteror AS yang Anggotanya Terdiri Atas Personel Paling Spesial meski Dalam Operasinya Sering Tidak Manusiawi

Agustinus Winardi
Moh. Habib Asyhad
Agustinus Winardi
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Task Force 88 Pasukan Anteror AS yang Anggotanya Terdiri dari Personel Paling Special Meski Dalam Operasinya Sering Tidak Manusiawi
Task Force 88 Pasukan Anteror AS yang Anggotanya Terdiri dari Personel Paling Special Meski Dalam Operasinya Sering Tidak Manusiawi

Intisari-Online.com -Untuk menghadapi aksi teror yang makin merejalela militer AS membentuk gugus tugas (task force) paling spesial yang para personelnya diambil dari anggota-anggota terbaik pasukan khusus.

Gugus tugas tersebut dinamai Task Force 88. Dibanding kesatuan-kesatuan elite lain, Task Force 88 memang masih termasuk satuan baru.

Apalagi aksi Task Force 88 baru diketahui pasca-Serangan 11 September 2001.

Meski gugus tugas ini bukan merupakan pasukan yang benar-benar baru para personelnya sudah kenyang pengalaman tempur.

Mereka adalah jelmaan dari unit anti-teror yang anggotanya dicomot dari personel terbaik Delta Force, 75th Ranger Regiment, 24th Special Tactics Squadron, dan US Naval Special Walfare Development Group (DEVGRU).

Baca juga:China Special Operation Forces, Pasukan Khusus yang Paling Lambat Dibentuk, Tapi Diklaim Setara Dengan Pasukan Khusus AS

Sebagai gugus tugas sangat elite, Task Force 88 merupakan jelmaan dari Task Force 21, hasil peleburan Task Force 20 dan 5 yang pernah terjun di peperangan Afganistan pada 2003.

Gugus tugas ini selanjutnya diubah lagi jadi Task Force 121, lalu 626, 145, dan sekarang 88. Inilah nomor gugus tugas yang setidaknya dilaporkan muncul pada 2008.

Karena turut mendukiung kepentingan operasi militer intelijen, CIA juga menyertakan pasukan paramiliternya ke dalam Task Force 88.

Mereka diambil dari Special Activities Division (SAD). Sumber lain juga ada yang menyebut, TF-88 diperkuat pula unsur pasukan elite dari Inggris.

Mereka dicomot dari British Special Air Service dan British Special Boat Service.

Baca juga:Pasukan Khusus Sepatutnya Memang Tak Mengenal Kata Lengah, Apalagi Masuk Jebakan Teroris

Kementerian Pertahanan sepertinya tak mau melepas kesertaan SAS dan SBS setelah melihat kontribusi nyata mereka dalam perburuan tokoh papan atas Al-Qaeda dan pimpinan Irak.

Termasuk Osama bin Laden dan Abu Musab al Zarqawi, pendiri ISIS.

Osama bin Laden yang tercatat oleh Biro Investigasi Federal (FBI) sebagai "Most Wanted Terrorist" dan nyawanya dihargai 25 juta dollar AS, akhirnya tewas dalam serbuan di kawasan perumahan pribadi Abbottabad, Pakistan, 2 Mei 2011.

Kala itu bertindak sebagai eksekutor adalah personel DEVGRU dan SAD. Lewat pemberitaan media, publik lebih mengenal mereka: Team SEALs Six.

Dari peristiwa penyerbuan ini pula publik AS akhirnya memahami kalau Presiden AS adalah pejabat yang memiliki otoritas memerintah Task Force 88.

Baca juga:Unik, Pasukan Khusus Indonesia Ternyata Dibentuk Oleh Mantan Serdadu Belanda yang Pernah Menjadi Musuh Pejuang Indonesia

Oleh karena perintah berasal langsung dari presiden itulah, manuver mereka tak lagi butuh perizinan dari setiap petinggi di lapangan.

Perintah dari “atas” itu juga memberi keleluasaan untuk meminta dukungan senjata dan personel.

Saat mengeksekusi Osama bin Laden, misalnya, mereka bahkan diperkenankan memakai helikopter siluman yang belum pernah dipakai kesatuan mana pun.

Helikopter ini dikembangkan dari Sikorsky UH-60 Blackhawk.

Apapun itu, pelibatan satuan-satuan atau personel pasukan khusus dalam gugus tugas pemburu teroris tidak hanya didasarkan pada kecakapan memburu, tetapi juga pada pengalaman tempur di lapangan.

Baca juga:Delta Force, Pasukan Khusus AS Paling Rahasia yang Diizinkan Melancarkan Misi Senyap Membunuh dan Menculik Lawan Politik

Pembentukan Marinir Batalion ke-3, misalnya, didasarkan pada pengalaman tempur dalam Operasi Phantom Fury di Fallujah, Irak (2004).

Bagi militer AS, operasi di kota Fallujah yang terjadi antara 7 November sampai 23 Desember 2004 adalah perang kota terdahsyat yang pernah dialami Marinir AS, setelah perebutan kota Hue di Vietnam pada 1968.

Pasalnya ada kondisi tertentu yang tidak memungkinkan serbuan langsung melalui darat.

Oleh karena itu mereka juga diperkenankan meminta pengerahan pesawat tanpa awak (MQ-1 Predator atau MQ-9 Reaper) yang telah dipersenjatai rudal.

Demi memusnahkan target penting, celakanya, mereka sering tak memperdulikan orang-orang di sekitarnya yang bakal ikut terkena efek ledakan bom.

Akibatnya, misi tempur Task Force 88 kadang-kadang sering mendapat kecaman keras karena dianggap tidak manusiawi.

Artikel Terkait