Memacu IQ Sejak Dini (3): Perilaku Ibu Juga Harus Dijaga

Moh Habib Asyhad

Editor

Memacu IQ Sejak Dini (3): Perilaku Ibu Juga Harus Dijaga
Memacu IQ Sejak Dini (3): Perilaku Ibu Juga Harus Dijaga

Intisari-Online.com -Selain menjaga gizi, si ibu juga harus menjaga perilaku ketika si kecil masih dalam kandungan. Pasalnya, perilaku "buruk" ibu hamil, merokok misalnya, ternyata juga menjadikan IQ anak rendah.

Penelitian David L. Olds et. al. (1994) dari Department of Pediatrics, University of Colorado di Denver, AS, menunjukkan bayi-bayi yang lahir dari ibu perokok memiliki fakto potensial ber-IQ rendah, seperti bobot lahir rendah, lingkar kepala lebih kecil, lahir prematur, dan perawatan saat di ICU lebih lama dibandingkan dengan bayi dari ibu tidak merokok selama hamil.

Anak dari ibu perokok selama hamil pada usia 12 - 24 bulan memiliki nilai IQ 2,59 angka lebih rendah, pada 36-48 bulan memiliki nilai IQ 4,35 angka lebih rendah ketimbang IQ anak dari ibu tidak merokok saat hamil.

Menurut David, asap rokok diduga akan mengurangi pasokan oksigen yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan sistem saraf janin. Nikotin rokok akan membuat saluran utero-plasental menyempit. Akibatnya, sel-sel otak bayi akan menderita hypoxia atau kekurangan oksigen.

Selain itu asap rokok akan memicu terjadinya proses carboxy hemoglobin, yaitu sel-sel darah yang se- mestinya mengikat oksigen malah mengikat CO dari asap rokok. Asap rokok juga mengandung sekitar 2.000-4.000 senyawa kimia beracun yang secara langsung mengganggu dan merusak berbagai proses tumbuh kembang sel-sel dan sistem saraf.

Merokok selama hamil akan berpengaruh pada kekurangan zat gizi yang diperlukan dalam proses tumbuh kembang sel otak. Misalnya, kebutuhan zat besi akan meningkat karena harus memenuhi keperluan pembentukan sel-sel darah yang banyak mengalami kerusakan.

Hal ini akan mengurangi kemampuan dan persediaan zat gizi lainnya, seperti vit. B12 dan C, asam folat, seng (Zn), dan asam amino. Zat-zat gizi tsb. dilaporkan sangat diperlukan dalam proses tumbuh kembang sel-sel otak janin. Jika terjadi kekurangan zat-zat gizi esensial, proses tumbuh kembang otak tidak optimal, sehingga nilai IQ pun menjadi lebih rendah.

Setelah lahir, asupan gizi bagi bayi juga harus dijaga tetap baik. Idealnya, anak mendapatkan ASI secara eksklusif sampai usia 4-6 bulan. Jenis makanan, selain ASI, untuk bayi dan anak balita sebaiknya dibuat dari bahan makanan pokok (nasi, roti, kentang, dll.), lauk pauk, bebuahan, air minum, dan susu sebagai sumber protein dan energi.

Jangan lupa, bahan makanan harus diolah sesuai tahap perkembangan dari lumat, lembek, selanjutnya padat. Secara keseluruhan asupan makanan sehari harus mengandung 10-15% kalori dariprotein, 20 - 35 % dari lemak, dan 40-60% dari karbohidrat.

Menu seimbang diberikan sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan. Sejak awal balita, jika memungkinkan, anak diberi susu sebanyak 500 ml. Namun, jika ASI cukup, susu pengganti tidak perlu diberikan hingga usia dua tahun.

Perhatian juga mesti diberikan terhadap jadwal pemberian makanan. Makan besar tiga kali (sarapan, makan siang, dan malam), makan selingan (makan kecil) dua kali yang diberikan di antara dua waktu makan besar, air minum diberikan setelah makan dan ketika anak merasa haus, serta susu diberikan dua kali, yakni pagi dan menjelang tidur malam.

Untuk mengetahui kecukupan gizi pada anak ada dua cara yang bisa digunakan. Pertama cara subjektif, yakni mengamati respons anak terhadap pemberian makanan. Makanan dinilai cukup jika anak tampak puas, tidur nyenyak, aktivitas baik, lincah, dan gembira. Anak cukup gizi biasanya tidak pucat, tidak lembek, dan tidak ada tanda-tanda gangguan kesehatan.

Cara kedua adalah dengan pemantauan pertumbuhan secara berkala. Cara ini dilakukan dengan mengukur bobot dan tinggi anak, dilengkapi dengan mengukur lingkar kepala pada anak sampai usia 3 tahun. Hasil pengukuran dibandingkan dengan data baku untuk anak sebaya.

Jika ditemukan tanda-tanda kurang sehat, seperti pucat atau rambut tipis dan kemerahan, anak perlu diperiksa secara medis. Ada baiknya juga dilakukan pemeriksaan psikologis, terutama bila ada kemunduran prestasi belajar.

Artikel ini pernah dimuat di Intisari edisi Kumpulan Artikel Kesehatan Anak 2002 dengan judul "Memacu IQ Selagi Ada Waktu" oleh Khamid Wijaya, dkk.,.