Intisari-Online.com – Anda sering putus-nyambung dengan pasangan Anda? Jika iya, mungkin Anda atau pasangan Anda menderita relationship obsessive-compulsive disorder (ROCD).Relationship obsessive-compulsive disorder (ROCD) merupakan salah satu bentuk obsessive compulsive disorder, suatu kondisi yang dapat membawa pikiran-pikiran yang tidak diinginkan, kekhawatiran, serta perilaku berulang-ulang yang dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran mereka, yang biasanya justru tidak berhasil.
Menurut Steven Brodsky, seorang psikolog sekaligus direktur klinis di OCD and Panic Center of New York and New Jersey, dengan relationship obsessive-compulsive disorder, obsesi biasanya masuk ke dalam dua kategori: Menanyakan apakah Anda mencintai pasangan Anda, atau menanyakan apakah pasangan Anda mencintai Anda.(Baca juga: Relationship Obsessive-Compulsive Disorder: Perusak Kehidupan Seksual)
Guy Doron, dari School of Psychology di Interdisciplinary Center (IDC) Herzliya, Israel, menyatakan bahwa salah satu pasiennya bercerita meskipun dia mencintai pasangannya, dia tidak dapat berhenti berpikir apakah dia mungkin akan lebih bahagia bersama perempuan yang dia temui di jalan atau di Facebook.
Dorongan dapat melibatkan usaha keras untuk memeriksa kesetiaan pasangan, seperti berulang-ulang menghubunginya, memeriksa email atau riwayat pencarian internet atau secara terus-menerus bertanya apakah mereka sungguh-sungguh ketika mengekspresikan cinta mereka.
Sebenarnya normal saja untuk memilik pikiran-pikiran tersebut saat menjalani hubungan dari waktu ke waktu, ujar Brodsky. Namun, seseorang dianggap memiliki gangguan jika pikiran-pikiran tersebut mengganggu kehidupannya sehari-hari, seperti ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaannya.(Baca juga:Konseling Pasangan Bukan Cara Mengatasi Relationship Obsessive-Compulsive Disorder)
Pada akhirnya, gejala-gejala tersebut dapat menyebabkan hubungan yang rapuh. “Hubungan ini dapat ditandai dengan sering putus-sambung dalam seminggu atau sebulan,” ujar Brodsky. Relationship obsessive-compulsive disorder dapat juga menjadi self-fulfilling prophecy jika gejala tersebut mendorong pasangannya benar-benar meninggalkannya. (LiveScience)