Intisari-Online.com – Kalah atau memang dalam permainan-permainan atau kompetisi itu hal yang biasa. Tapi tidak setiap anak bisa menerima kekalahan.
Tugas orangtualah untuk mengajarkan sikap sportif, bagaimana menjelaskan makna sebuah kekalahan pada anak. Tidak jemawa ketika menang dan legowo ketika kalah. Kekalahan bukanlah sebuah aib!
“Kalah atau menang hendaknya ditekankan oleh orangtua pada anak sebagai suatu hal yang biasa dalam sebuah permainan atau kompetisi,” jelas Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi., Psikolog Perkembangan Anak dari Lembaga Psikologi Terapan UI.
(Baca juga:Mulai dari Manusia Tanpa Kepala Hingga Manusia Berkepala Besar, Inilah Foto-foto yang 'Aneh Tapi Nyata')
Oleh karena itu, orangtua hendaknya tidak melulu menekankan pada hasil, tetapi pada proses atau seberapa besar usaha sang anak dalam mengerjakan atau mencapai sesuatu. Usaha untuk mencapai hasil itulah yang penting. “Do your best, bukan be the best,” sambungnya.
Dari sedini mungkin sejak anak-anak masih kecil, orangtua dapat mengenalkan makna kekalahan itu melalui kehidupan sehari-hari. Seperti melalui permainan sederhana dengan anak, misalnya permainan kartu atau ular tangga.
Saat itulah orangtua menekankan bahwa dalam sebuah permainan akan ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Seiring tumbuh kembang anak, mereka tetap harus diberitahu bagaimana menyikapi sebuah kemenangan atau kekalahan, tentunya dengan cara yang sesuai umurnya.
(Baca juga:Digadang-gadang Booming, Justru Inilah 5 Ponsel Tidak Laku Setelah Dirilis)
Tidak hanya bagaimana menyikapi kekalahan yang harus diperkenalkan pada anak-anak, tetapi juga bagaimana menyikapi sebuah kemenangan.
“Bila kalah anak tidak boleh marah, atau dendam, atau menangis. Tetapi bila menang, anak juga tidak boleh sombong, atau menghina teman yang kalah,” sambung Vera.
Orangtua pun bisa memperkenalkan bagaimana menyikapi kekalahan dan kemenangan melalui contoh, misalnya bagaimana ayah bersikap ketika tim sepakbola favoritnya menang.
(Baca juga:Tak Perlu Panik saat Bayi Cegukan, Ini Cara Efektif Mengatasinya)
Jika anak belum dapat menerima kekalahan, dengan kalimat bijaksana orangtua bisa mengatakan seperti, “Kalah gak apa-apa kok, ini ‘kan cuma permainan, besok kamu coba lagi, ya…” atau “Gak seru ah, kalau kalahnya pakai nangis gini … kita baca dulu aja yuk.” Orangtua bisa mengalihkan perhatian anak supaya tidak larut dalam kesedihannya.
Itu memang tidak mudah. Apalagi jika orangtua juga jenis orang yang masih harus belajar tentang kekalahan dan menjadi pemenang.
Makanya ada anak yang terlalu serius menanggapi kekalahan sehinga memilih mundur sebelum mencoba, dan ada anak yang terbiasa dimenangkan sehingga tidak mau kalah. Malah ada orangtua yang menekankan bahwa anak itu harus nomor satu.
(Baca juga:Wajib Dicatat! Inilah 5 Kalimat yang Pantang Diucapkan Orangtua)
Jika sejak dini anak tidak pernah diajari, maka anak tidak pernah memahami makna kekalahan dan tidak tahu bagaimana menyikapinya. Mungkin yang ia tahu hanyalah menang, menang, dan menang. Jadinya ketika di luar sana ia harus menghadapi kekalahan, tentunya ia akan kesulitan untuk menerimanya.
“Bisa jadi ia menuntut orang lain untuk terus mengalah, atau bisa jadi ia akan menyalahkan keadaan atas kekalahannya, sehingga sulit untuk introspeksi diri. Bisa jadi pula ia akan frustasi karena sulit untuk menerima kekalahan tadi,” tutup Vera.
--
Artikel selengkapnya pernah dimuat di Intisari Oktober 2014 dengan judul asli Nak, kalah menang itu hal biasa!