Intisari-Online.com – Suatu pagi, setelah selesai meditasi, seorang tua membuka matanya dan melihat seekor kalajengking mengambang tak berdaya di danau. Kebetulan, kalajengking itu dekat dengan pohon, sehingga orang tua itu mencari akar yang bercabang ke danau dan mengulurkan tangannya untuk menyelamatkan makhluk tak berdaya yang mulai tenggelam itu.
Setelah orang tua itu menyentuhnya, spontan kalajengking itu menyengatnya. Secara naluriah, orang tua itu menarik tangannya. Tak lama kemudian, setelah menguasai dirinya, orang tua itu kembali meraih akar pohon itu untuk menyelamatkan kalajengking. Kali ini kalajengking menyengatnya dengan ekor beracunnya sehingga tangan orang tua itu bengkak dan berdarah, hingga wajahnya berkerut menahan rasa sakit.
Pada saat itu, seorang pejalan kaki melihat orang tua itu berbaring di akar pohon berjuang dengan kalajengking, lalu bertanya, “Hei, orang tua, apa yang salah denganmu? Hanya orang bodoh yang mau mempertaruhkan nyawanya demi sebuah makhluk jahat jelek. Apakah Engkau tidak tahu bahwa Engkau bisa bunuh diri karena berusaha menyelamatkan kalajengking yang tidak tahu berterima kasih?”
Orang tua itu menoleh. Menatap mata orang asing itu, lalu berkata dengan tenang, “Teman, bukan hanya karena sifat menyengat kalajengking, lantas itu mengubah sifat saya untuk tidak menyelamatkannya.”
Demikianlah dalam kehidupan kita. Menolong orang lain semestinya tidak perlu memandang siapa yang kita tolong, apakah ia lebih buruk dari kita atau lebih jahat dari kita, karena sifat-sifat mereka. Menolong atau mengasihi orang lain dengan ikhlas akan memberikan kebahagiaan bagi diri kita sendiri, bahkan bukan tidak mungkin akan meluluhkan sifat buruk pada orang lain, hingga mereka berubah.