Intisari-Online.com – Ada seorang kakek yang dianggap sebagai penatua Indian asli Amerika. Ia sudah berkeriput, wajahnya berwarna kecokelatan dan matanya gelap. Cucunya sering datang di malam hari untuk duduk di dekat lututnya dan bertanya banyak hal.
Suatu hari sang cucu datang ke kakeknya dengan wajah terlihat marah, hingga anak itu mengeluarkan air mata. “Ayo duduk, katakan apa yang terjadi har ini,” kata kakek.
“Ayah dan saya pergi ke toko hari ini dan karena saya membantunya, ia membelikanku hadiah sebuah pisau, kecil tapi ukuran yang cukup baik bagiku.”
Kemudian anak itu meletakkan kepalanya ke lutut kakeknya dan terdiam. Sang kakek, dengan lembut meletakkan tangannya di rambut hitam anak itu, lalu bertanya, “Dan kemudian apa yang terjadi?”
Tanpa mengangkat kepalanya, anak itu berkata, “Saya pergi ke luar untuk menunggu ayah dan mengagumi pisau baru saya di bawah sinar matahari. Beberapa anak laki-laki kota datang dan melihat saya, mereka berada di sekitar saya, dan mulai mengatakan hal-hal buruk. Mereka memanggil saya kotor dan bodoh, dan mengatakan bahwa saya tidak harus memiliki pisau yan baik. Anak yang paling besar mendorong saya hingga jatuh. Saya menjatuhkan pisau dan mereka semua lari tertawa. Sambil menahan marah anak itu kembali berkata, “Saya benci mereka. Saya benci mereka semua.”
Orang tua Indian itu, dengan matanya yang telah melihat terlalu banyak peristiwa, mengangkat wajah cucunya itu. Sang kakek berkata, “Biarkan saya menceritakan sebuah cerita. Saya juga, beberapa kali, telah merasakan kebencian yang besar bagi mereka yang telah mengambil begitu banyak tanpa kesedihan atas apa yang mereka lakukan. Tapi kebencian akan membuat kita terpuruk dan tidak menyakiti musuh kia. Ini seperti memakai racun dan berharap musuh akan mati. Saya telah berjuang dengan perasaan ini berkali-kali. Seolah-olah dua serigala berada di dalam kita. Ini adalah pertarungan yang mengerikan.
Satu ekor serigala yang baik dan tidak ada salahnya. Ia tinggal selaras dengan sekelilingnya dan tidak tersinggung ketika ada yang menyinggungnya. Ia hanya akan melawan bila itu benar untuk dilakukan dan dengan cara yang benar. Serigala itu penuh dengan sukacita, damai sejahtera, cinta, harapan, berbagi, ketenangan, kerendahan hati, kebajikan, persahabatan, empati, kedermawanan, kebenaran, kasih sayang, dan iman.
Serigala yang lain lagi penuh dengan kemarahan. Hal terkecil saja bisa membuatnya marah. Ia berkelahi dengan setiap saat, tanpa alasan. Ia tidak bisa berpikir karena kemarahan dan kebenciannya begitu besar. Kemarahan tak berguna, karena tidak akan mengubah apa-apa. Serigala ini selalu merasa ketakutan, iri hati, serakah, somong, mengasihani diri sendiri, rasa bersalah, kesombongan palsu dan selalu merasa unggul.
Kadang-kadang sulit untuk hidup dengan dua serigala dalam diri kita karena mereka mencoba untuk mendominasi semangat saya. Pertarungan yang sama terjadi di dalam diri kita dan di dalam setiap orang lain juga.
Anak itu menatap mata kakeknya dan bertanya, "Serigala mana yang akan menang?”
Kakek tua itu hanya menjawab, “Salah satu yang kau beri makan.”
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR