Menghargai Sumber Daya Masyarakat

K. Tatik Wardayati

Editor

Menghargai Sumber Daya Masyarakat
Menghargai Sumber Daya Masyarakat

Intisari-Online.com – Jerman adalah negara yang sangat maju. Di sebuah negara yang seperti itu, banyak orang akan berpikir bahwa mereka menjalani hidup yang mewah.

Ketika kami tiba di Hamburg, rekan-rekan kami berjalan ke sebuah restoran. Kami melihat banyak meja yang kosong. Ada sebuah meja, di mana pasangan muda sedang makan. Ada dua piring dan dua kaleng soda di atas meja. Saya bertanya-tanya apakah makanan itu cukup membuat romantis, dan apakah gadis itu akan meninggalkan pria pelit itu ya..

Di meja lain, ada seorang wanita tua. Ketika hidangan disajikan, pelayan akan mengantarkan makanan untuk mereka, dan mereka akan menghabiskan setiap bagian dari makanan di piring mereka.

Karena kami lapar, rekan kami memesan banyak makanan untuk kami. Ketika kami pergi, masih ada sekitar sepertiga makanan yang dikonsumsi di atas meja kami.

Ketika kami meninggalkan resoran, seorang wanita tua berbicara kepada kami dalam bahasa Inggris. Ami mengerti maksudnya, bahwa mereka tidak menyukai tindakan kami karena membuang-buang begitu banyak makanan.

“Kami membayar untuk makanan kami, tidak ada urusanmu berapa banyak makanan yang kami tinggalkan,” jawab seorang rekan saya kepada wanita tua itu. Wanita tua itu marah. Salah satu dari mereka segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

Tak berapa lama, seorang pria beseragam dari sebuah organisasi tiba. Setelah mengetahui apa yang diperdebatkan, ia mengenakan kami denda sekitar 50 Euro. Kami semua diam.

Petugas itu mengatakan kepada kami dengan suara keras, “Pesanan yang Anda konsumsi, memang dengan uang Anda, tapi menggunakan sumber daya milik masyarakat. Ada banyak orang lain di dunia yang menghadapi kekurangan sumber daya. Tidak ada alasan untuk membuang-buang sumber daya.”

Pola pikir orang dari negara yang kaya ini membuat kami semua merasa malu. Kami benar-benar perlu merefleksikan apa yang dikatakan oleh petugas tadi. Untuk menyelamatkan muka, kami memesan dalam jumlah besar dan selalu menghabiskan makanan yang kami beli.

Kini kami harus mengubah kebiasaan buruk kami. Memang benar, uang miliki kami tapi sumber daya milik masyarakat.