Intisari-Online.com – Seorang pemulung berjalan-jalan di tengah tumpukan sampah. Di tempat itu ia menemukan sebuah pengaduk besi yang sudah tua dan berkarat. Pemulung itu kemudian memungut pengaduk besi tersebut dan kemudian meletakkannya di dalam tasnya.
Lalu ia berjalan lagi dan di dekat tempat ia menemukan pengaduk besi tadi, ia menemukan sebongkah garam dapur yang sudah sangat kotor. Garam tersebut kemudian ia pungut dan ia masukkan ke dalam tasnya juga. Di dalam tas si pemulung, garam dan pengaduk besi menjadi akrab. Mereka saling mengenal dan mengasihi satu sama lain, saling berbagi rasa, dan saling sharing tentang perjalanan mereka selama ini.
Sesampainya di rumah, si pemulung mengamplas pengaduk besi yang ia temukan tadi sehingga mengkilap, kemudian melumurinya dengan minyak dan meletakkannya di tempat perkakasnya. Sedangkan bongkahan garam dapur yang ia temukan, dibersihkannya dari kotoran-kotoran yang menempel, kemudian mencucinya sebentar, dan meletakkannya di tempat bumbu dapur.
Pengaduk besi dan garam dapur sangat bersedih hati. Mereka yang sudah akrab merasa dipisahkan oleh si pemulung. Mereka menganggap si pemulung kejam karena telah memisahkan mereka. Dan mereka pun sepakat akan protes kepada si pemulung.
Akhirnya si pemulung mendengar protes kedua benda tersebut. Besi berkata “Tuanku, mengapa engkau memisahkan aku dari garam dapur. Ia sahabat sejatiku.”
Garam dapur pun protes serupa , “Tidakkah engkau sangat kejam, Tuan. Aku menyayangi pengaduk besi sahabatku. Mengapa engkau memisahkan kami ?”
Si pemulung menjawab mereka, “Hei pengaduk besi dan garam dapur. Tidak tahukah kalian bahwa jika kalian bersatu terlalu lama akan merusakkan satu sama lain. Tidak tahukah kalian bahwa garam dapur akan larut oleh uap air dan membentuk air garam. Air garam dapat bereaksi dengan besi dan menimbulkan karat kemudian karat itu akan mengotori kalian semuanya. Aku akan menyatukan kalian lagi saat aku memasak, kemudian aku akan membersihkan kalian lagi.”
Kisah garam dapur dan pengaduk besi ini adalah kisah perumpamaan tentang kehidupan kita sehari-hari. Mungkin kita merasa Tuhan sangat kejam, karena permohonan kita tidak terkabul atau mungkin kita ditinggalkan oleh seorang yang kita kasihi.
Ingatlah, bahwa pikiran kita sangat terbatas. Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi jika permohonan kita dikabulkan oleh Tuhan. Hanya Dia yang mengetahui hal yang terbaik bagi kita. (BMSPS)