Intisari-Online.com – Ketika seorang Sufi ingin memasuki pertapaan, menyangkal dunia, keluarga dan teman-teman, mereka dari seluruh desa datang untuk mengantarnya pergi. Mungkin mereka tidak bisa melihatnya lagi, karena ia akan di pertapaan dalam waktu yang lama bersama Gurunya. Mata mereka penuh air mata.
Ia mencoba untuk menghiburnya dan berkata, “Sekarang kalian harus kembali. Ini adalah batas kota kita, sungai ini. Sekarang biarkan saya sendirian. Jangan menghalangi saya.”
Ia mencapai pegunungan dan ketika akan memasuki gubuk gurunya, sang guru memandangnya, dan berkata, “Anda bisa masuk, tapi sendirian.”
Ia melihat ke kiri dan kanannya, tidak ada orang lain. Ia berkata, “Saya sendirian.”
Guru berkata, “Jangan melihat ke samping. Lihatlah ke dalam. Aku bisa melihat kerumunan. Kerumunan teman, kerabat, keluarga, dan tetangga Anda. Penuh air mata di mata mereka. Tinggalkan mereka di luar. Sampai Anda sendiri, jangan masuk, karena aku hanya bisa berurusan dengan individu, bukan dengan kerumunan, tidak dengan orang banyak.”
Pria itu menutup matanya dan terkejut. Semua orang itu telah ia tinggalkan jauh di belakang, namun masih ada dalam pikiran, kenangan mereka, gambaran tentang mereka. Ia pergi ke luar dan harus tetap berada di luar selama tiga bulan. Duduk di sisi pintu, tempat di mana orang meninggalkan sepatu mereka. Tidak ada yang bisa dilakukannya, ia menyemir sepatu mereka saat mereka bertemu dengan sang Guru.
Namun, keinginan dan kerinduannya tulus. Pekerjaannya menyemir sepatu para pengunjung selama tiga bulan, perlahan-lahan, menyingkirkan kerumunan di dalam hatinya. Hingga suatu hari, sang Guru keluar, mengambil tangannya, dan mengajaknya masuk.
Sang Guru berkata, “Sekarang tidak perlu menunggu di luar. Anda sendirian, dan pekerjaan bisa kita mulai.”
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR