Kisah Masa Kecil Buddha

K. Tatik Wardayati

Editor

Kisah Masa Kecil Buddha
Kisah Masa Kecil Buddha

Intisari-Online.com – Kisah masa kecil Buddha, ia dilahirkan sebagai seorang pangeran, dan seorang utusan mengatakan kepada ayahnya, bahwa bayi kecil itu akan tumbuh menjadi penguasa dunia atau guru dunia.

Raja yang baik itu tertarik profesinya sendiri, dan hal terakhir yang ia inginkan adalah bahwa anaknya menjadi guru apapun. Maka ia mengatur agar anaknya itu dibesarkan di istana yang sangat indah, di mana ia tidak mengalami hal sedikitpun yang tidak menyenangkan atau mengubah pikirannya menjadi serius.

(Baca juga:Inilah Tiga Peristiwa Penting yang Melatarbelakangi Hari Raya Waisak)

Di istana itu disediakan wanita muda cantik yang memainkan musik dan mengurusnya. Ada taman-taman indah, kolam teratai, dan semuanya.

Hingga pada suatu hari pangeran muda berkata kepada kusir keretanya, teman terdekatnya, “ Aku ingin pergi keluar dan melihat seperti apa hidup di kota ini.”

Ayahnya, yang mendengar ini, mencoba untuk membuat semuanya baik, sehingga anaknya, sang pangeran muda, tidak harus melihat rasa sakit dan penderitaan hidup di dunia ini. Namun, para dewa, melihat bahwa program ayahnya untuk anaknya itu bisa membuat frustasi.

Jadi, ketika kereta kerajaan berjalan melalui kota, mereka menyapu bersih, dengan mengenyahkan segala sesuatu yang tidak sedap di pandang mata.

Salah satu dewa mengubah wujudnya menjadi orangtua jompo dan berdiri di sebuah tempat dan terlihat dari pandangan. “Apa itu?” tanya pangeran muda kepada kusirnya, dan jawaban yang ia terima adalah, “Itu orang tua. Karena usianya.”

“Apakah semua orang kemudian menjadi tua?” tanya Sang Pangeran.

“Ah, ya,” jawab kusir.

“Jadi malu pada kehidupan,” kata Pangeran muda itu trauma, dan ia memohon, dengan sakit hati, ia terus meminta untuk kembali ke rumah.

Pada perjalanan kedua, ia melihat orang sakit, kurus, lemah, dan terhuyung-huyung. Lagi, belajar dari penglihatannya ini, hatinya merasa gagal lagi, ia meminta kereta kembali ke istana.

Pada perjalanan ketiga, Sang Pangeran melihat jenazah yang diikuti oleh para pelayat. “Itu,” kata kusir, “adalah kematian.”

“Hidupkan kembali,” kata Sang Pangeran. “Entah bagaimana saya menemukan pembebasan dari perusak hidup ini. Usia tua, sakit, dan kematian.”

Hingga satu perjalanan lebih, ia melihat seorang biarawan pengemis, “Orang macam apa itu?” tanyanya.

“Itu adalah orang suci,” jawab kusir. “Orang yang telah meninggalkan barang dari dunia ini dan hidup tanpa keinginan atau ketakutan.”

Mendengar itu, kemudian Pangeran Muda, kembali ke istananya, lalu memutuskan untuk meninggalkan rumah ayahnya dan mencari cara pembebasan dari penderitaan hidupnya.