Menari Bersama Suku Maasai

Agus Surono

Editor

Menari Bersama Suku Maasai
Menari Bersama Suku Maasai

Intisari-Online.com - Tepat pukul 10.00, saya sudah siap di resepsionis. Sesuai janji, Joel, seorang pemuda Suku Maasai, akan mengantarkan saya ke perkampungan Suku Maasai. Untuk berkunjung ke sana dikenai tarif 2.000 shilling Kenya. Uang diserahkan kepada kepala suku yang akan menyambut saya. Selama di perkampungan saya akan diperlihatkan tarian perang, tarian para wanita, dan cara membuat api secara tradisional.

Kami berdua berjalan kaki menuju perkampungan. Jaraknya sekitar satu kilometer dari kamp. Di pintu gerbang perkampungan tiga orang sudah menanti. Salah satunya adalah James, sang kepala suku. Saya diperkenalkan dan diberi sebuah tongkat yang harus saya pegang selama kunjungan. Kemudian beberapa pemuda menyambut kami dengan tarian perang yang gerakannya banyak melompat-lompat seperti kijang.

Saya pun diberi mahkota kepala suku dan diajak menari bersama. Tarian berlangsung sekitar 10 menit diiringi nyanyian tanpa alat musik. Iramanya riang gembira dan bergelora. Maklum ini adalah tarian perang sekaligus ucapan selamat datang.

Selanjutnya saya dibawa ke perkampungan yang terdiri atas beberapa puluh rumah yang membentuk lingkaran. Bagian tengahnya terbuka membentuk tanah lapang yang luas. Tampak para wanita dan anak-anak sedang bermain. Yang membuat saya kaget adalah aromanya yang tajam karena hampir seluruh permukaan tanah ditutupi sisa-sisa kotoran sapi yang mengering. Bahkan kotoran sapi basah juga masih banyak.

Di sini para wanita menari. Lagu yang dinyanyikan lebih sendu karena berupa doa agar diberi banyak keturunan. Saya pun diajak turut menari dan kebetulan ada dua wisatawan dari Eropa yang juga ikut menari bersama. Rangkaian acara diakhiri dengan melihat teknik tradisional membuat api dengan cara menggesek kayu.

Sebelum pulang ke kamp, kami sempat melihat-lihat rumah Suku Maasai yang dindingnya terbuat dari kotoran sapi kering. Kami juga sempat mengunjungi gerai penjualan cinderamata khas Suku Maasai. (Taufik Hidayat di Bekasi)